Islam datang menjadi rahmat untuk alam semesta (Rahmatan Lil alamin), bukan rahmat untuk muslim atau manusia semata. Termasuk ketika IsIam diterapkan untuk mengelola SDA maka rahmat akan terasa dalam diri kita, karena islam memiliki aturan tersendiri terhadap kepemilikan.
Islam memiliki pandangan yang khas terhadap kepemilikan, dimana semua ini diatur karena Allah SWT. memahami manusia mempunyai naluri untuk memiliki. Terbayang jika manusia tidak diatur mengenai hak untuk memiliki sesuatu, akan dipastikan hawa nafsu akan menyelimuti setiap jiwa untuk meraup sebanyak-banyaknya harta.
Mengenai kepemilikan (al-milkiyyah) Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Ma’idah ayat 120 yang artinya: ”Milik Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Ma’idah:120).
Ayat ini menjadi pedoman mengenai kepemilikan dalam islam, yang menunjukkan bahwa Allah Swt adalah pemilik satu-satunya langit, bumi dan seisinya. Kepemilikan di bumi dan seisinya bukan milik manusia melainkan milik sang Pencipta yaitu Allah SWT. sedangkan manusia sejatinya hanya menerima amanah untuk memanfaatkan bumi dan seisinya dengan sebaik-baiknya. Sehingga manusia terikat oleh hukum syara’ dalam mengelola kepemilikan dan juga mengelola bumi seisinya.
Dalam hal kepemilikan (Al-milkiyyah), Islam membaginya menjadi tiga, yaitu:
Pertama, kepemilikan individu (al-milkiyat al-fardiyah atau private property)
Kepemilikan ini merupakan hak seseorang untuk memanfaatkan kepemilikan kekayaannya, manusia diberi beberapa aturan, diantaranya: aturan mengenai barang boleh tidaknya dimiliki (barang halal atau barang haram), dan yang kedua mengenai bagaimana cara mendapatkan harta tersebut (berkerja, warisan, ataupun pemberia).
Kedua, kepemilikan umum (al-milkiyyat al-’ammah atau public property).
Kepemilikan ini memiliki manfaat besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup masyarakat dan diperuntukkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan umum, serta dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat.
Hak milik umum tidak dapat berubah menjadi hak milik individu, serta tidak dapat dikuasai oleh negara. Namun, secara pengelolaan kepemilikan umum dilaksanakan oleh negara sebagai wakil rakyat kemudian hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat secara luas (dapat berupa jaminan kesehatan, pendidikan gratis, menyediakan lapangan pekerjaan dll.).
Terdapat tiga jenis kepemilikan umum yaitu fasilitas atau sarana umum, barang yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan (seperti jalan umum, rumah ibadah), Sumber Daya Alam (seperti air) atau barang tambang (seperti emas, perak, besi).
Ketiga, kepemilikan negara (al-Milkiyyat al-Dawlah atau State property).
Kepemilikan negara pada dasarnya merupakan hak milik umum, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab negara. Diantaranya kepemilikan negara seperti harta ghanimah, fa’i, khumus, kharaj.
Dalam penjelasan diatas, sudah jelas bahwa barang tambang (ex. emas, perak, perunggu dll) merupakan kepemilikan umum (al-milkiyyat al-’ammah atau public property) yang artinya tidak dapat dimiliki individu apalagi asing. Yang memiliki hak dalam mengelola adalah pemerintah, kemudian hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat secara luas. Pengembalian hasil tambang dapat dialihkan dengan mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhan hidup.
Ini berbeda dengan kapitalisme memandang kepemilikan, didalam kapitalisme kebebasan kepemilikan menjadi sesuatu yang diagung-agungkan. Maka tidak heran jika kefasadan (kerusakan) akan terasa jelas, kesenjangan sosial yang tinggi belum lagi kerusakan alam yang terjadi.
Yuk kembali kepada aturan yang hakiki, yaitu aturan Allah SWT yang terdapat didalam Al-quran dan Al-Hadist.
Wallahu A’lam.