Opini

Pernikahan Dini

28
×

Pernikahan Dini

Sebarkan artikel ini

Oleh : Tuti Sugianti
Praktisi Pendidikan

Pemuda Katolik Mahulu Kaltim Gelar Sosialisasi Cegah Pernikahan Dini di SMA Negeri 1 Long Bagun Komisariat Cabang Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur mengadakan sosialisasi bertajuk “Membangun Generasi Emas Menuju Masa Depan yang Lebih Cerdas” pada Jumat (20/9/2024) di SMA Negeri 1 Long Bagun. Acara ini bertujuan untuk memberikan edukasi terkait dampak dan upaya pencegahan pernikahan dini kepada generasi muda.

Berdasarkan Peradilan Agama Mahkamah Agung (2023), data pengajuan dispensasi kawin meningkat tajam dari tahun 2020 ke 2021, yaitu dari 28,57% menjadi 37,50% dan menurun sedikit menjadi 36,36% pada tahun 2022. Pengajuan dispensasi kawin disebabkan salah satunya oleh alasan kehamilan (PUSKAPA, 2023).

Memang angka pengajuan dispensasi nikah semakin meningkat dan perlu upaya serius untuk mencegahnya. Sayangnya kebijkan yang ada seperti jauh panggang dari api. Baru beberapa waktu lalu dikeluarkan PP no. 28 tentang alat kontrasepsi bagi usia remaja, sekarang ada sosialisasi gerakan mencegah pernikahan dini.

Lalu, untuk siapakah alat kontrasepsi kemarin? Bukankah ini seperti angin segar bagi remaja.

Program untuk mencegah pernikahan dini yang terus digencarkan karena kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa pernikahan dini adalah sumber masalah, misalnya adanya KDRT, perceraian, bahkan kriminalitas. Hal seperti ini semestinya tidak perlu terus-menerus dipermasalahkan. Justru yang harus diperhatikan adalah akar masalahnya dan solusi yang harus dilakukan.

Pernikahan dini ini ada yang dilakukan sebagian remaja karena memang ingin menjaga agamanya dan sudah siap bertanggung tanggung jawab sebagai suami istri. “Namun, di sisi lain juga ada yang menikah dini karena sering terpapar pornografi-pornoaksi, padahal mereka belum siap secara mental untuk memikul tanggung jawab sebagai suami istri.

Setidaknya ada enam faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini.
Pertama, faktor ekonomi. Kondisi ekonomi yang buruk membuat keluarga memikirkan jalan pintas agar masalah itu teratasi. Salah satunya dengan menikahkan anaknya pada usia muda. Dengan begitu, mereka berharap beban keluarga akan berkurang. Si perempuan sendiri juga berharap kehidupan ekonominya akan membaik dan dapat mengandalkan suami.

Kedua, adanya pergaulan bebas. Pengaruh pergaulan ala Barat saat ini membuat remaja tidak lagi punya rasa malu. Mereka sesuka hati meluapkan naluri seksualnya. Atas nama cinta, mereka rela melakukan hubungan suami istri, padahal mereka belum menikah. Kondisi semacam ini membuat mereka memilih nikah dini karena dianggap sebagai solusi.

Ketiga, adat istiadat disebut juga sebagai pemicu pernikahan dini. Kebudayaan yang ada dalam masyarakat, kalau tidak nikah jadi perawan tua atau wanita yang tidak laku, membuat orang tua segera ingin menikahkan anaknya.

Keempat, media dan lingkungan menjadi pendorong nafsu seks anak menjadi tidak terkendali sehingga banyak anak terpapar media yang sering mempertontonkan pornografi-pornoaksi. Kebebasan informasi dalam media sosial juga bisa menyebabkan terjadinya pernikahan dini. Konten-konten porno, adegan pacaran, hingga tayangan yang menampilkan kecantikan atau maskulinitas membuat seseorang terdorong untuk melakukan hal yang sama. Informasi yang bebas ini mendukung adanya pergaulan bebas. Alhasil, ketika sudah telanjur hamil, nikah dini jadi solusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *