Opini

Perlindungan Tak Niscaya, Nasib Anak Terlunta

288
×

Perlindungan Tak Niscaya, Nasib Anak Terlunta

Sebarkan artikel ini

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

 

Siswi sekolah dasar (SD) berusia 13 tahun di Baubau, Sulawesi Tenggara, yang diduga menjadi korban pemerkosaan oleh 26 orang pria, putus sekolah akibat malu. Tante korban M mengatakan korban merupakan siswi kelas 6 SD yang seharusnya telah lulus tahun ini. Namun, kejadian itu, keponakannya terpaksa berhenti sekolah akibat malu. Di tempat tinggalnya, korban telah dikucilkan oleh masyarakat setempat. (cnnindonesia..com, 22-06-2024).

Namun begitu mengejutkan saat dikabarkan pula di cnnindonesia..com di hari berikutnya 23-06-2024, bahwa korban dicabuli oleh 26 orang pria itu sebanyak tujuh kali sejak April dan baru dilaporkan pada bulan Mei 2024. Korban diajak bertemu oleh salah satu pelaku menuju ke lokasi pesta joget. Setelah itu, korban diajak ke salah satu tempat hingga terjadilah aksi pencabulan tersebut. Korban tidak diculik. Korban mau diajak pada jam 1 atau 3 dini hari. Tidak ada unsur paksaan. Pencabulan tidak dilakukan secara bersamaan, namun di tempat dan waktu terpisah.

Mirisnya lagi ternyata korban maupun pelaku sama-sama tidak dalam pengawasan dari orang tua. Korban tinggal sendiri, orang tuanya pisah (bercerai), korban broken home.

Berita dan rentetan peristiwa yang terjadi di atas menggambarkan adanya ketidakidealan pengasuhan dan perlindungan pada korban serta ketidaksempurnaan pengasuhan dan pendidikan pada para pelaku. Tragisnya, ini terjadi di ranah mayoritas penduduk yang mayoritas kaum muslimin. Di negeri yang konon katanya menjunjung nilai ketimuran. Ada yang salah sepertinya. Pengasuhan sistem saat ini telah melahirkan kelemahan sistemis yang berujung pada fatalnya kualitas produk yang dihasilkan, salahsatunya produk generasi. Terabaikannya hak generasi dalam berbagai hal, termasuk hak perlindungan, menelurkan berbagai kerusakan terkait dengan pola kehidupan generasi.

*Pemenuhan Hak yang Lalai*

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyatakan saat ini terjadi tren penurunan indeks pemenuhan hak dan perlindungan anak di Indonesia, yakni 66% ke 61%. Indeks pemenuhan hak anak juga menurun dari 65% ke 58%. Hal ini tidak sesuai dengan capaian rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). (Liputan 6, 31-10-2023).

Kenyataan lainnya bukan hanya mengalami penurunan indeks, tetapi juga terjadi disparitas antardaerah terkait pemenuhan hak rakyat. Selain itu, anak-anak Indonesia masih banyak yang menjadi korban dari situasi pengasuhan dalam keluarga. Hal ini terkait perceraian yang kemudian berdampak buruk pada anak-anak.

Seharusnya jika negara menghendaki peradaban ditinggikan dengan kualitas generasi unggul yang mumpuni, hak generasi jangan sampai terabaikan. Adanya penurunan pemenuhan hak anak seperti yang disampaikan KPAI menjadi bukti kelalalaian negara yang berakibat semakin kriminalnya dan tidak terlindunginya anak-anak di negeri ini. Demokrasi kapitalis telah gagal memainkan sistemnya di negeri ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *