Oleh : Muflihana S.Pd
(Guru & Aktivis Muslimah)
peringatan darurat butuh solusi akurat
Seruan aksi nasional yang berlangsung di hampir seluruh wilayah di Indonesia menjadi peristiwa sejarah. Berbagai lapisan masyarakat turun ke jalan menuntut perbuatan anggota DPR yang berniat menganulir ketetapan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang pilkada. Massa yang hadir tidak hanya mahasiswa, buruh, bahkan komika dan aktor pun meramaikan aksi tersebut.
Respon masyarakat secara luas menjadi pertanda keresahan yang berasal dari kesadaran atas kocaknya sikap pejabat negara hari ini. Sebagaimana yang kita ketahui putusan MK pada Selasa (20/8) menyatakan Partai tanpa kursi di DPR tetap bisa mengajukan calon kepala daerah. Dengan ini, akan muncul berbagai calon kepala daerah yang lebih variatif. Kemudian sehari setelahnya Baleg (Badan Legislatif) DPR RI secara dadakan mengadakan rapat dalam rangka merevisi UU pilkada yang akan menganulir putusan MK. Dimana telah terbentuk KIM (koalisi Indonesia maju) dari berbagai partai dan hanya akan menghadirkan 1 calon saja sesuai ketentuan pilkada sebelumnya.
Dari kisah sejarah politik carut marut ini, menimbulkan kesadaran di tengah-tengah masyarakat. Dihadapan mereka terjadi kongkalikong secara nyata tanpa ada lagi sikap malu-malu dari pejabat DPR. Karenanya peringatan darurat pun hadir tanpa bisa dibendung demi mengawal putusan MK.
Namun, apakah peringatan darurat ini telah menemui solusi akurat?
Jawaban pertanyaan di atas akan hadir saat kita meniliti secara mendalam konsep demokrasi itu sendiri. Konsep demokrasi mengusung kesetaraan dan kebebasan, dimana semua pihak berhak menjadi penguasa. Karenanya jika satu pihak yang sedang berkuasa ingin tetap kekuasaan ada padanya dalam demokrasi yang memiliki dasar kebebasa boleh baginya untuk menurunkan kekuasaannya kepada anak keturunannya.
Demokrasi membebaskan manusia dalam membuat aturan karenanya jika pejabat DPR sebagai perwakilan rakyat hendak membuat aturan sesuai keinginan pihak berkuasa maka sah sah saja. Hal ini adalah lagu lama bukan hal baru. Di Kanada ada dinasti Trudeau, di India ada dinasti Jawaharlal Nehru, di Indonesia sendiri sejak presiden pertama Soekarno kemudian anaknya Megawati yang hari ini memimpin partai yang cukup besar pengaruhnya. Selain itu juga ada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengusahakan anaknya bertahun-tahun. Hari ini Jokowi berhasil melanjutkan estafet kepemimpinannya berkat demokrasi yang kalian cintai.
Harapan akan hadirnya keadilan tanpa didasari kepentingan perseorangan dalam aturan yang diterbitkan demokrasi adalah hal mustahil. Mengapa demikian? karena tabiat demokrasi itu sendiri hadir sebagai jaminan manusia bebas dalam membuat aturan sesuai keinginan yang sedang berkuasa.
Manusia dengan segala egosentris dan self-love mereka akan susah memisahkan kepentingan diri dan kelompoknya saat diberikan kewenangan dalam membuat sebuah aturan demi kepentingan banyak orang. Karenanya mengharapkan perubahan dan kebangkitan itu lahir dari sistem ini adalah utopis yang nyata.
Jika memang masyarakat merasa hal ini adalah kedaruratan, maka tidak ada solusi dari demokrasi itu sendiri. Melainkan menghilangkan kecendrungan egonsentris dari manusia kepada Dzat yang memahami manusia secara utuh yakni Tuhan Yang Maha Esa. Mengapa demikian? Tuhan kita adalah pencipta manusia dan mengetahui segala sisi sifat manusia itu sendiri. Karenanya Tuhan kita-lah yang Paling Mengetahui konsep aturan yang tidak akan mengadirkan kepentingan per-orangan. Selain itu, konsep adil itu akan kita temui karena sumber hukum dan aturan itu berasal dari firman Tuhan
Seruan aksi nasional yang berlangsung di hampir seluruh wilayah di Indonesia menjadi peristiwa sejarah. Berbagai lapisan masyarakat turun ke jalan menuntut perbuatan anggota DPR yang berniat menganulir ketetapan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang pilkada. Massa yang hadir tidak hanya mahasiswa, buruh, bahkan komika dan aktor pun meramaikan aksi tersebut.