Oleh Arini Faiza
Pegiat Literasi
Belum lama ini publik dikejutkan dengan peristiwa pembunuhan dan penikaman yang dilakukan oleh remaja berusia 14 tahun di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. MAS menusuk Ayah dan neneknya hingga meninggal dunia, sementara ibunya mengalami luka parah dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung menjelaskan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi pada pukul 01.00 ketika ayah, ibu, dan nenek tersangka sedang tidur. Hingga saat ini polisi masih mendalami motif pelaku, pasalnya selama ini ia dikenal sebagai anak yang baik dan pendiam. (beritasatu.com, 30/11/2024)
Kasus anak membunuh orang tua semakin sering terjadi. Dalam kasus remaja di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, psikolog klinis Liza Marielly Djaprie menganalisis perbuatan kejam yang dilakukan oleh pelaku karena kemungkinan adanya faktor trauma dan frustasi yang menumpuk. Menurutnya tidak ada orang yang tiba-tiba melakukan kekerasan, seperti halnya balon apabila terus diisi udara hingga titik puncaknya pada akhirnya akan meledak.
Banyak faktor yang memengaruhi perilaku remaja, hingga tega melakukan perbuatan di luar nalar. Di antaranya disebabkan oleh kesalahan pola asuh, kurang kasih sayang juga kurang perhatian. Lebih jauhnya tidak memiliki visi dan misi keluarga bertakwa. Tidak jarang orang tua hanya memenuhi kebutuhan materi anak tanpa diimbangi dengan pendidikan dan pembekalan tentang Islam. Keberhasilan pun hanya diukur dari prestasi di sekolah dan nilai akademik yang tinggi.
Tanpa disadari tuntutan orang tua untuk menjadikan anaknya sukses dengan cara menambah jam belajar dan mengurangi waktu tidur, telah menyebabkan mereka tertekan, hingga mengalami depresi dan gangguan mental lainnya. Harapan untuk meraih pendidikan dengan nilai terbaik memang hal yang wajar, namun harus diimbangi dengan kemampuan anak dalam menyerap ilmu.
Pendidikan dalam keluarga sejak dini memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak generasi berkualitas. Namun, penerapan sistem kapitalisme sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Ketika kebutuhan materi mereka terpenuhi namun minim akan pemahaman agama, dipastikan akan mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif di sekitarnya. Selain itu, masyarakat dan lingkungan sekolah juga sangat mempengaruhi perilaku anak.
Normalisasi tingkah laku yang bertentangan dengan aturan agama seperti: pergaulan bebas, hedonis dan permisif menjadikan mereka tidak peduli dengan sekitarnya. Kebiasaan untuk saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah dari kemaksiatan telah terkikis oleh nilai-nilai sekuler yang memisahkan agama dari urusan kehidupan. Sementara negara sebagai pemangku kebijakan seolah tidak serius dalam mendidik generasi penerus, hal ini dapat terlihat dari kurikulum pendidikan yang terus berubah seiring dengan pergantian kekuasaan. Pendidikan dikapitalisasi serta jauh dari nilai-nilai ruhiah. Alhasil karakter anak-anak semakin mengkhawatirkan. Pengawasan terhadap konten-konten negatif yang merusak seperti pornografi, pornoaksi, kekerasan dan perundungan pun sangat minim sehingga mudah diakses oleh anak-anak.
Penerapan sistem kapitalisme dengan nilai-nilai kebebasannya telah menjadikan remaja negeri ini lemah. Karena tujuan pendidikan dalam sistem ini bukan membangun generasi cerdas dan bertakwa. Standar perbuatan tidak disandarkan pada halal-haram, tolok ukur kebahagiaan, kesenangan, kesuksesan hanya dinilai dari aspek materi semata. Alhasil mereka pun semakin jauh dari pemahaman Islam yang khas.
Perbuatan kriminal sadis yang terus berulang membuktikan bahwa permasalahan ini telah menjadi problem sistemik yang membutuhkan solusi mendasar, yaitu menjadikan Islam sebagai landasan dalam menjalankan tugas pilar pembentuk generasi, yakni keluarga bertakwa, masyarakat berdakwah, dan negara yang mengayomi. Dalam sistem dan kepemimpinan Islam, negara sebagai pelayan rakyat berkewajiban membangun generasi cerdas dan bertakwa, dan bertanggung jawab penuh atas tumbuh kembangnya, karena pelayanan dan pengurusan penguasa sangat berpengaruh pada pembentukan karakter mereka.
Paradigma Islam akan terlaksana jika kepemimpinan Islam berfungsi dengan paripurna. Negara menjalankan tanggung jawabnya sebagai ra’in (pengurus dan pelayan rakyat) dengan amanah. Rasulullah saw.bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Celah munculnya perilaku sadis dapat diminimalisir dengan tegaknya aturan Islam dalam segala aspek. Untuk mencetak generasi cerdas dan bertakwa, negara yang menerapkan sistem Islam akan memberlakukan kurikulum pendidikan yang berbasis akidah di sekolah-sekolah. Tujuannya adalah membentuk remaja yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan ajaran Islam. Seluruh layanan pendidikan disediakan secara gratis dengan fasilitas yang memadai dan guru-guru yang profesional. Dengan kolaborasi ini diharapkan dapat terlahir anak-anak yang beriman dan bertakwa juga piawai dalam ilmu dan teknologi.