Oleh Hasna F.K
Pegawai Swasta
Perbincangan tentang pergantian kurikulum merdeka kini semakin gencar terdengar, seiring dengan rencana pemerintah untuk menerapkan Kurikulum Deeplearning. Rencana ini bertujuan untuk mendalami pemahaman siswa melalui pendekatan yang lebih aktif, dengan metode seperti Mindful Learning, Meaningful Learning, dan Joyful Learning. Meskipun, konsep-konsep ini berusaha menghadirkan pengalaman belajar yang lebih mendalam, masalah mendasar yang sering terlupakan adalah paradigma dasar yang melandasi setiap kurikulum.
Seperti yang sering terjadi, setiap pergantian Menteri Pendidikan selalu diikuti dengan perubahan kebijakan, dan kebanyakan orang berharap perubahan ini akan membawa perbaikan nyata pada kualitas pendidikan. Namun, meskipun sudah banyak kurikulum yang diperkenalkan, masalah yang sama tetap muncul. Pada dasarnya, kurikulum-kurikulum tersebut seringkali masih berakar pada paradigma sekularisme dan kapitalisme, yang memisahkan agama dari kehidupan serta menjadikan materi sebagai tujuan utama. Akibatnya, banyak kurikulum yang lebih menekankan pada persiapan generasi untuk dunia kerja, tanpa cukup memberi perhatian pada pembentukan karakter dan moral peserta didik.
Meskipun jumlah lulusan terus meningkat, krisis moral dan sosial di masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Pendidikan yang berfokus pada pencapaian materi dan karir seringkali melahirkan generasi yang cenderung individualis dan tidak peka terhadap dampak sosial dari tindakannya. Padahal, tujuan pendidikan seharusnya adalah mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berbudi pekerti luhur dan mampu menyelesaikan masalah di masyarakat.