Opini

Perempuan Pengedar Sabu, Kini Tidak Tabu

89
×

Perempuan Pengedar Sabu, Kini Tidak Tabu

Sebarkan artikel ini

Oleh : Siti Rukayah

Kasus peredaran gelap narkotika kembali terungkap, Satuan Reserse Narkoba Polres Penajam Paser Utara (PPU) menangkap pelaku berjenis kelamin perempuan yang diduga terlibat dalam pengedaran narkotika jenis sabu. Pelaku berinisial JH (38) tersebut tertangkap di tepi jalan RT. 006, Kelurahan Nipahnipah, Kecamatan Penajam, PPU, pada pukul 21.30 WITA, Senin (11/11).
Menurut Kapolres PPU, AKBP Supriyanto, melalui Kasat Narkoba Iptu Iskandar Rondonuwu menyatakan bahwa penangkapan tersebut bermula dari informasi masyarakat yang melaporkan adanya aktivitas mencurigakan di daerah tersebut.
“Saat penggeledahan, kamu menemukan tiga paket sabu dengan berat bruto 0,98 gram yang disimpan dalam bungkus rokok. Selain itu, satu unit handphone juga kami amankan yang diduga digunakan untuk komunikasi terkait transaksi narkoba,” ujar Iskandar.
Mendapati peristiwa tersebut tentunya menegaskan bahwa kondisi saat ini menjadikan seorang perempuan menjadi pengedar sabu bukanlah suatu hal yang tabu lagi. Hal itu disebabkan karena sistem saat ini menghadirkan keadaan yang menjadi penyebab hal tersebut bisa terjadi. Hal itu disebabkan oleh banyak hal, terutama karena beban ekonomi yang semakin sulit. Sehingga karena kondisi tersebut seseorang menjadi gelap mata dan melakukan apapun untuk mendapatkan materi tanpa memperhatikan mana yang halal maupun yang haram, sehingga hal ini menunjukkan adanya kelemahan dari sisi ketakwaannya. Sehingga seseorang bisa saja mencari nafkah dengan cara mengedar sabu-sabu, padahal benda tersebut dihukumi haram dalam Islam.
Tidak hanya dari sisi individu yang dapat terdesak untuk berbuat hal yang tidak dibenarkan, tetapi dari lingkungan juga dapat mendorong hal yang sama. Sehingga tidak ada control atau dakwah masyarakat. Ditambah lagi ketiadaan sikap tegas dari negara sehingga dapat membuka celah pengedar narkoba menjadi terbuka luas bahkan hingga kalangan perempuan pun termasuk.
Seorang perempuan bisa sampai menjadi seorang pengedar sabu dikarenakan keterpaksaan yang diartikan bisa saja sang suami maupun walinya tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Sehingga dari sini dapat disimpulkan penyebabnya hasil dari pengaruh keluarga, lingkungan, dan teman.
Segala sebab yang terjadi di atas berakar dari sistem sekuler kapitalisme sehingga menjadikan perempuan sebagai korban dari sistem ini. Kemiskinan, gaya hidup hedonis, konsumtif, dan liberal adalah buah dari kehidupan kapitalisme sekuler.
Akan berbeda keadaannya jika di setiap lini kehidupan menerapkan Islam sebagai aturan. Islam akan mengaplikasikan tiga pilar pelaksanaan syariat Islam diantaranya adalah, (a) ketakwaan individu, (b) kontrol masyarakat, dan (c) peran negara menerapkan semua aturan Islam.
Di dalam sistem ekonomi Islam, seorang suami maupun wali wajib menafkahi keluarga dan perempuan. Dan ketika seorang perempuan tidak memiliki suami maupun wali, maka kebutuhan hidupnya akan ditanggung oleh negara.
Selain itu, sistem pendidikan Islam akan membentuk seseorang yang kuat dari segi iman dan takwa, sehingga akan tercegah dari maksiat. Tidak hanya itu, kemaksiatan yang terjadi akan dikenakan sanksi yang memiliki sifat sebagai penebus dosa (jawabir) dan sebagai pemberi efek jera (jawazir). Sehingga, dengan pengaturan tersebut dapat meminimalisir terjadinya sejumlah maksiat bahkan sampai ke taraf mencegah dan tidak akan didapati maksiat yang terjadi.
Namun ternyata, untuk bisa meraih kondisi tersebut, perlunya ada perjuangan untuk meraih perubahan kembali ke Islam Kaffah yakni menegakkan khilafah, sehingga tiga pilar tersebut bisa ditegakkan. Dengan begitu umat khususnya perempuan akan terhindar menjadi korban maupun pelaku kejahatan.
[Wallahu a’lam bisshowab]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *