Oleh : Nasywa
( Mahasiswi Bandung )
Belakangan ini masyarakat khususnya kalangan muda atau Gen Z mulai aktif dan juga menyuarakan pendapat mengenai isu politik di Indonesia. Gen Z yang mendominasi sebagian besar populasi masyarakat Indonesia telah banyak menjadi sorotan media dan berperan penting dalam menyuarakan aspirasi masyarakat. tak jarang isu-isu penting seputar sosial-ekonomi-politik bisa naik ke publik berkat dobrakan dari kalangan Gen Z.
Dilansir oleh Bangkapos.com, Pakar politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas Profesor Asrinaldi menyoroti partisipasi dari Gen Z dalam menjaga iklim demokrasi yang ada di Indonesia.
Hal itu disampaikan Profesor Asrinaldi saat menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan Konfrensi Nasional bertema Indonesia’s Future Democracy: Opportunities and Challenges, yang di gelar Asosiasi Program Studi Ilmu Politik (APSIPOL) pada Rabu (18/9/2024).
Menurut Profesor Asrinaldi, adanya syarat partisipasi dalam sebuah sistem demokrasi membuat para generasi muda atau Gen Z seharusnya memperoleh bekal pengetahuan politik yang cukup mumpuni.
“Bagimanapun demokrasi ini tentu mensyaratkan adanya partisipasi, tadi juga sudah disinggung bahwa partisipasi Kalau merujuk data Pemilu partisipasi yang paling banyak, jumlahnya 56 persen koma sekian,” ujarnya.
Profesor Asrinaldi berpendapat, ketika para Gen Z tidak mendapat bekal soal pengetahuan politik yang mumpuni, akan sangat sulit mengharapkan adanya perbaikan dalam sistem demokrasi.
“Kalau itu yang kita harapkan, partisipasi mereka (Gen Z) tanpa ada bekal politik yang sesuai apa yang kita harapkan, tentu demokrasi kita ini tidak akan begerak lebih baik,” sebutnya.
“Mau tidak mau, di konteks ilmu politik yang akan kita bahas setelah apa yang bisa kita lakukan, bukan hanya dalam konteks mata kuliah tapi pengabdian yang menyentuh Gen Z, kalau tidak kita khawatir partisipasi mereka untuk memperkuat demokrasi itu tidak muncul, kecuali partisipasi yang di mobilisasi,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua APSIPOL Iding Rosyidin yang membahas adanya fenomena kemunduran demokrasi (Democratic Backsliding) di Indonesia juga berharap agar kaum muda khususnya mahasiswa bisa menjadi agen perubahan demokrasi.
Iding Rosyidin menyebutkan, salah satu solusi kemunduran demokrasi itu, yakni adanya reformasi ditubuh partai politik dengan adanya perubahan pola rekrutmen, kaderisasi dan distribusi kader.
Iding Rosyidin menyebutkan,
Sehingga pada saat ini, para mahasiswa yang duduk di bangku kuliah diharapkan sudah mendapatkan bekal pengetahuan politik mumpuni, agar bisa memperbaiki iklim demokrasi Indonesia ke depan.
“Sebagai solusi, harus ada reformasi dalam tubuh partai politik dengan adanya perubahan pola rekrutmen, kaderisasi dan distribusi kader partai politik itu sendiri. Ideal nya mahasiswa sejak di Kampus sudah belajar tentang politik, supaya dari awal sudah punya sense politik, sehingga ketika masuk ke partai politik mereka sudah siap,” jelasnya.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan Gen Z yang melek dengan isu sosial dan politik. Justru dengan meleknya Gen Z terhadap isu-isu ini bisa memicu adanya rasa tidak nyaman akan keburukan yang selama ini terjadi di sekitar. Gen Z yang nanti akan menjadi generasi penerus bangsa harus bisa memperbaiki dan membuang keburukan yang dibawa oleh generasi sebelumnya. Nahasnya disamping berkobarnya semangat Gen Z terhadap isu-isu sosial-politik saat ini, justru masih ada kekhawatiran akan mudahnya mereka disetir oleh oknum yang justru membuat konflik horizontal yang mengadu domba sesama masyarakat.
Selain semangat perlu juga adanya ilmu untuk menghadapi isu-isu sosial-politik saat ini. Jangan berargumen tanpa dasar dan menerima informasi dan berita tanpa mengetahui jelas sumber dan kebenarannya. Isu sosial-politik sangat rentan disetir oleh pihak-pihak yang berkepentingan. maka dari itu perlu adanya ilmu untuk memilah dan memilih mana yang bisa diambil dan teidak.
Sebenarnya, Islam telah mengajarkan umatnya untuk tidak menerima begitu saja informasi yang diterima tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu, terutama jika sumber informasi tersebut belum jelas kredibilitasnya. Islam menekankan pentingnya melakukan tabayyun, yaitu kewajiban untuk memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya kepada orang lain. Prinsip ini dijelaskan dalam Al-Quran, surah Al-Hujurat ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ – ٦
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka periksalah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan, yang akhirnya membuatmu menyesali perbuatanmu.” (QS. Al-Hujurat: 6)