Opini

Peningkatan Layanan Pendidikan dan Kesehatan Sebagai Jalan Keluar Kemiskinan Membutuhkan Kebijakan Nyata, Bukan Hanya Retorika

173
×

Peningkatan Layanan Pendidikan dan Kesehatan Sebagai Jalan Keluar Kemiskinan Membutuhkan Kebijakan Nyata, Bukan Hanya Retorika

Sebarkan artikel ini

Oleh : Julia Handayani
Mahasiswi UMN Al Washliyah

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas utama dalam alokasi anggaran tahun 2025. Hal tersebut disampaikan Presiden dalam sambutannya pada acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) secara digital, serta peluncuran Katalog Elektronik versi 6.0, di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 10 Desember 2024. Menurut Prabowo, kebijakan menempatkan pendidikan sebagai prioritas merupakan jalan keluar dari kemiskinan. (Viva.co.id). Ia juga menyampaikan bahwa alokasi terbesar anggaran Indonesia adalah pendidikan karena pendidikan dan kesehatan adalah jalan keluar sesungguhnya dari kemiskinan. Ia mengatakan, perlindungan sosial, bantuan sosial, dan subsidi akan menjadi langkah-langkah menuju kebangkitan ekonomi melalui hilirisasi. Namun, pendidikan dan kesehatan tetap akan menjadi pilar utama untuk terhindar dari kemiskinan.

Pernyataan bahwa pendidikan dan kesehatan berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan adalah pernyataan yang tepat. Harapan muncul ketika dinyatakan akan adanya peningkatan anggaran untuk dua bidang tersebut. Sayangnya pernyataan tersebut belum didukung dengan kebijakan yang sejalan. Bahkan adanya kebijakan yang membuat hidup rakyat makin sulit termasuk dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Banyak faktor penyebab kemiskinan di antaranya lapangan pekerjaan yang sedikit, bahkan banyak terjadi PHK sehingga banyak rakyat yang menganggur dan berdampak pada ketakmampuan memenuhi kebutuhan hidup dan daya beli yang rendah. Rendahnya daya beli ini menyebabkan tingkat konsumsi rendah sehingga banyak usaha yang sepi dari permintaan, bahkan tidak sedikit yang gulung tikar karena sepi orderan. Hal ini turut meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Apalagi dalam sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini, kapitalisasi pendidikan dan kesehatan adalah sesuatu yang tak terelakkan. Belum lagi berbagai pungutan pajak jelas memberatkan rakyat, dan turunnya anggaran MBG. Semua adalah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme, sistem ini mendukung terwujudnya penguasa populis penuh pencitraan. Ditambah lagi dengan APBN yang dikelola secara sekuler kapitalistik memiliki skema pembelanjaan dan realisasi anggaran yang tidak jelas sehingga sering kali tidak efisien dan banyak terjadi kebocoran.

Semua ini adalah konsekuensi penerapan sistem sekuler kapitalisme yang jauh dari fungsi riayah (mengurusi rakyat) dan junnah (melindungi rakyat), tetapi melayani kekuatan modal, yaitu para kapitalis yang menjadi cukong penguasa. Pengentasan kemiskinan dalam sistem sekuler kapitalisme hanyalah kebijakan populis yang sarat pencitraan, seperti makan bergizi gratis, bansos, dan lainnya demi mengesankan sebagai pemimpin yang pro terhadap rakyat, padahal aslinya justru banyak kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *