Oleh Dewi Soviariani
Ibu dan Pemerhati umat
Alih-alih rakyat hidup sejahtera, faktanya tetap sengsara dengan tagihan pajak yang tinggi. Sementara berbagai kebijakan pajak kepada pengusaha diberikan dengan berbagai alasan. Sungguh miris nasib masyarakat harus menjadi tumbal pemasukan utama negara dengan cara pemalakan terselubung lewat kenaikan harga pajak.
Negara menjadikan pajak sebagai pemasukan utama, rakyat didorong dengan berbagai slogan agar taat dan tepat waktu membayar pajak. Sementara kebijakan insentif pajak diberikan pada perusahaan besar, sungguh miris beda perlakuan negara antara rakyat dan pengusaha.
Berbagai upaya digencarkan untuk mendorong masyarakat membayar pajak tepat waktu, seperti program yang dilakukan pemerintah daerah Garut. Yang membuat acara Penyerahan Penghargaan kepada Wajib Pajak atas Kontribusi Penerimaan Pajak KPP Pratama Kabupaten Garut Tahun 2023. Tujuan acara tersebut sebagai pengingat bahwa warga negara yang baik dan sadar hukum harus berpartisipasi aktif dalam kewajiban perpajakan.
Gencarnya pemerintah terhadap masyarakat untuk sadar pajak ternyata merupakan bentuk kekhawatiran akan minusnya pemasukan pajak negara. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri keuangan Sri Mulyani. Setoran industri pengolahan turun sebesar 13,6% pada kuartal I-2024, padahal pada kuartal I-2023 masih tumbuh 32,9%. Penyebabnya, menurut Sri Mulyani ialah penurunan harga komoditas dan peningkatan restitusi pajak terutama di subsektor industri sawit dan logam dasar. (CNBC Indonesia 26-04-2024).
Pajak sudah sangat memberatkan masyarakat ditengah melambungnya kebutuhan hidup yang terus melonjak. Sayangnya beda perlakuan yang ditunjukkan pemerintah terhadap kebijakan pajak pengusaha mencederai rasa keadilan di negeri ini. Rakyat didesak untuk sadar pajak pengusaha mangkir pajak belum ditindak. Apalagi ditambah kebijakan pajak yang berpihak pada pengusaha, rakyat semakin menderita.
Seperti berita yang diperoleh dari pemerintah Jayapura. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menemukan dua perusahaan di Papua memiliki tunggakan pajak kendaraan bermotor (PKB) dalam beberapa tahun terakhir senilai Rp1 miliar. (Antara 15-5-2024). Sungguh data ini sangat kontras dengan nasib rakyat yang digembar-gemborkan untuk taat pajak.
Hingga kini pemerintah belum juga bisa mengambil tagihan pajak tersebut, lantaran perusahaan-perusahaan ini masih terus mangkir. Bahkan juga masih ada beberapa perusahaan besar melakukan hal yang sama tidak taat bayar pajak. Pemerintah daerah berdalih masih kesulitan dalam menagihnya.
Tak hanya belum bertindak tegas kepada perusahaan yang melanggar peraturan pemerintah dalam perpajakan, berbagai kebijakan insentif tax telah dikeluarkan pemerintah untuk para pengusaha. Aturan tersebut yang memerinci terkait pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Aturan ini diterbitkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 28/2024, yang menyebutkan salah satu fasilitas perpajakan yang diberikan adalah pajak penghasilan (PPh). PPh ini diberikan khusus kepada para investor dan pengusaha yang akan menanamkan modalnya dan mendirikan usaha di IKN. (KONTAN.CO.ID 19-05-2024).
Beberapa poin kebijakan tersebut diantaranya, Insentif Tax Holiday Penanaman Modal, Fasilitas PPh di Financial Center IKN, Pengurangan PPh badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional, Superdeduction vokasi, Superdeduction research and development, PPh pasal 21 final ditanggung pemerintah, dan pengurangan PPh hak atas tanah/bangunan.
Miris, kondisi yang bertolak belakang dengan nasib yang diterima rakyat biasa. Berbagai kebijakan pajak untuk rakyat ‘pengusaha’ telah menjelaskan siapa yang sesungguhnya menjadi anak emas dan siapa yang dipalak oleh negara. Negara gagal memberikan keadilan dan kesejahteraan pada seluruh masyarakat akibat jeratan Kapitalisme.