Oleh Wida
Ibu Rumah Tangga
Donald Trump, dari Partai Republik, akhirnya tampil sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden di Amerika Serikat (AS). Dia mengalahkan pesaingnya, Kamala Harris, dari Partai Demokrat. Kemenangan ini mengantarkan Trump ke kursi Presiden AS untuk kedua kalinya, menjadikannya Presiden Amerika Serikat ke-47. Kemenangan Trump pun disambut dengan ucapan selamat oleh sejumlah penguasa Muslim, termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pemimpin Afghanistan, dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto.
AS Pelindung Zionis
Pada kenyataannya, pemerintah Amerika Serikat, baik dipimpin oleh presiden dari Partai Demokrat maupun Partai Republik, tidak pernah melepaskan dukungan mereka kepada Zionis Yahudi. Bahkan, mempertahankan eksistensi negara Zionis adalah salah satu kebijakan politik AS, siapapun presidennya.
Jumlah warga Yahudi di AS memang hanya dua persen dari total penduduk, namun pengaruh mereka sangat besar. Seorang profesor dari University of Chicago, Benjamin Ginsberg, menyebutkan bahwa sejak tahun 1960-an, Yahudi mulai berperan di sektor ekonomi, budaya, pendidikan, dan politik Amerika. Hampir setengah dari miliarder AS adalah Yahudi. Direktur eksekutif dari tiga jaringan televisi dan empat studio film besar di AS adalah Yahudi.
Trump Sama Saja
Pada hakikatnya, Donald Trump tidak berbeda dengan para presiden dan politisi AS lainnya. Mereka tetap menempatkan Islam sebagai ancaman. Pemerintah AS hanya bersedia bekerjasama dengan negara-negara dan kelompok Islam yang berpaham moderat, yaitu yang bersedia mengikuti ideologi sekularisme-kapitalisme mereka; seperti menerima pluralisme, demokrasi, HAM, hak-hak kaum LGBT, serta mengakui negara Zionis.
Kelompok-kelompok Islam yang menolak paham-paham tersebut, apalagi yang berjuang menegakkan Islam, dikategorikan sebagai kelompok radikal yang mengancam kepentingan AS. Bahkan, gerakan perjuangan pembebasan Palestina seperti Hamas sudah sejak lama dikategorikan oleh Pemerintah AS sebagai kelompok teroris.