Oleh Sahna Salfini Husyairoh, S.T
(Aktivis Muslimah)
20 November diperingati hari anak internasional atau World Children’s Day. United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menjadi organisasi yang menginisiasi peringatan Hari Anak Sedunia. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran tentang kesejahteraan anak, serta mendorong tindakan global untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak. (www.detik.com)
Sayangnya peringatan hari anak internasional menggambarkan standar ganda Barat soal hak anak. Sebab dibanyak tempat hak anak disalahpahami, diabaikan, atau bahkan diingkari, dan diserang. Hari anak yang diinisiasi oleh lembaga internasional hanya kedok untuk menutupi ketidakadilan Barat terhadap nasib dan masa depan 2 milyar anak dari umur 0 sampai 15 tahun di dunia. Sistem kapitalis saat ini menciptakan kemiskinan sistematik yang mewujudkan kesejahteraan anak tidak terwujud.
Kapitalisme menciptakan kesenjangan yang lebar antara si kaya dan si miskin mengakui kebebasan berkepemilikan. Alhasil liberalisasi SDA menjadi diserahkan pengelolaannya kepada segelintir orang. Rakyat pun harus mengakses kebutuhannya dengan biaya tinggi. Sebab liberalisasi ini menjadikan bahan pangan mahal, juga listrik, air, bahan bakar, kesehatan, dan pendidikan juga mahal.
Pengkhianatan terhadap anak tampak nyata pada nasib anak-anak Palestina. Jangankan hak atas makanan, pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perlindungan. Hak hidup saja tidak mendapatkan jaminan. Berapa banyak anak-anak Palestina yang menjadi korban zionis Yahudi bahkan banyak yang menjadi korban ketika masih dalam kandungan. Dari sekitar 43.500 warga Palestina yang meninggal sejak serangan 7 Oktober 2023. Kesalahpahaman anak-anak Palestina kalah dengan kepentingan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak di atas konsep nasionalisme.
Nasionalisme telah menjadikan negeri-negeri kaum muslimin terpisah satu dengan yang lainnya. Alhasil persoalan Palestina hanya dipandang sebagai persoalan kemanusiaan karena dianggap bukan persoalan negara sendiri. Padahal kaum muslimin diikat dengan ikatan akidah yang menjadi alasan terkuat untuk memberikan pertolongan yang dituntun dengan syariat Islam.