Opini

Pengelolaan Zakat Butuh Aturan Komprehensif

147
×

Pengelolaan Zakat Butuh Aturan Komprehensif

Sebarkan artikel ini

Oleh Nurdila
Mahasiswa

Baru-baru ini Bupati Dadang Supriatna mendapatkan anugerah BAZNAS Jabar Award 2024. Penghargaan itu diberikan sebagai apresiasi atas kepemimpinannya yang peduli dengan pemberdayaan zakat, infak, dan sedekah serta kemajuan lembaga zakat daerah. Hal ini diakui oleh asisten Pemerintahan dan Kesra, Ruli Hadiana yang mengatakan bahwa ia ikut berkontribusi secara signifikan terhadap kemajuan pengelolaan zakat dan infak di Kabupaten Bandung.

Aktifnya Dadang Supriatna terhadap pengelolaan zakat dibuktikan dengan terbitnya Surat Edaran Bupati No. 1 dan No. 2 tahun 2024 yang diperuntukkan bagi para pengusaha, ASN, dan non-ASN di lingkungan Pemkab Bandung, dengan maksud mendorong masyarakat untuk menyalurkan zakat dan infaknya melalui BAZNAS. Bupati yang akrab disapa Kang DS itu juga senantiasa hadir pada pertemuan pimpinan-pimpinan BAZNAS baik tingkat nasional maupun regional. (Detik.com, Kamis, 11/07/2024)

*Pengelolaan Zakat Butuh Aturan Komprehensif, bukan Semata Aktifnya Pemimpin*

Apa yang dilakukan Kang DS adalah bagian dari kewajibannya sebagai pemimpin daerah, dalam mengelola dan mendistribusikan zakat. Hanya saja, yang perlu dicermati adalah tanggung jawab itu bukan untuk meraih prestasi ataupun penghargaan, tetapi dalam rangka mengurus umat yang salah satunya menjamin kebutuhan ekonomi masyarakat hingga mengantarkan pada taraf sejahtera.

Kesejahteraan saat ini nyatanya masih jauh dari harapan, bahkan kemiskinan kian meningkat karena banyak faktor yang mempengaruhinya seperti sulitnya lapangan pekerjaan, terdampak PHK, serta persaingan di dunia kerja yang semakin ketat akibat taraf pendidikan dan keahlian yang rendah. Sementara faktor-faktor ini tidak muncul begitu saja tapi ada peran kebijakan yang bersifat sistemis, yakni peran negara dengan landasan kebijakannya. Inilah sejatinya pangkal permasalahan rakyat sulit sejahtera yang seringkali luput dari perhatian penguasa, baik pusat ataupun daerah.

Jikapun ingin diapresiasi, pengelolaan serta penyaluran zakat tersebut harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat, baik di daerah atau di pusat perkotaan dimana penerima manfaat (mustahik) berada. Adapun yang terjadi di negeri ini pengelolaan dan distribusinya seringkali tidak tepat sesuai sasaran. Bahkan ketiga hal ini sering digunakan sebagai sumber dana dalam mengatasi kemiskinan, padahal banyak potensi SDA bernilai besar yang ada di daerah seperti migas, tambang emas, perak, timah, tembaga, kekayaan laut, mata air, dan lain sebagainya, yang bisa dimanfaatkan.

Inilah yang terjadi ketika negara berpijak pada aturan kapitalis. Pengelolaan zakat pun tidak bisa terlepas dari asas manfaat yang menjadi dasar sistem ini. Peluang mustahik beralih menjadi muzakki pun dirasa sangat sulit. Maka sudah saatnya umat melepaskan ideologi batil ini dari kehidupan, karena sudah terbukti tidak mampu menyolusikan kemaslahatan dan kesejahteraan.

*Islam Sistem Terbaik dalam Mengatur Zakat*

Sejak awal kemunculannya, demokrasi-kapitalisme memang tidak pro pada kepentingan atau kesejahteraan masyarakat, melainkan pada para pemilik modal, dan negara dilarang turut campur mengatur urusan publik ketika menerapkannya. Tidak terkecuali di bidang ekonomi dimana harta adalah hal paling menonjol dalam perputaran roda ideologinya. Begitu pula dalam menanggulangi masalah kemiskinan, semestinya dilakukan dengan merombak sistem batil yang menaunginya dan mengubahnya dengan Islam.

Di mana sistem ekonomi akan dikelola berdasarkan tiga kaidah, yaitu kepemilikan, pengelolaan, dan distribusi kekayaan. Sementara itu, penetapan kepemilikan juga dilakukan secara proporsional. Syariat membaginya menjadi tiga, yaitu individu, umum (masyarakat), dan negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *