Opini

Pengangguran Meningkat, TKI Ilegal pun Kian Marak

129

 

Oleh Ummu Kholda
Pegiat Literasi

Masalah pengangguran masih menjadi PR besar bagi pemerintahan negeri ini. Tiap tiap tahunnya banyak sekolah maupun perguruan tinggi meluluskan anak didiknya, sayangnya, kondisi yang demikian tidak dibarengi dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai. Akhirnya tidak sedikit mereka yang lari ke luar negeri untuk mencari keberuntungan secara finansial. Masih untung jika menjadi buruh migran adalah jalur resmi (legal). Kalau tidak, maka berbagai persoalan akan menimpa mereka seperti penganiayaan, gaji ditahan, disekap, hingga tidak bisa pulang ke tanah air. Namun karena motif ekonomi yang cukup tinggi, fakta-fakta ini pun seakan menjadi angin lalu. Para buruh migran tetap kukuh pergi ke luar negeri.

Sebagaimana diberitakan oleh salah satu media, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding telah menyebutkan lebih dari lima juta warga negara Indonesia menjadi pekerja migran di luar negeri. Begitu pula yang ilegal (tidak terdaftar) juga sekitar lima juta lebih. Hal tersebut disampaikan saat membuka diskusi publik bertajuk “Peluang dan Tantangan Bekerja ke Luar Negeri”, di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro, Semarang, Sabtu 11 November 2024.

Ia juga menyebutkan para pekerja migran tersebut tersebar di 100 negara tujuan seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan, dan Hong Kong. Ia pun mengakui bahwa para Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal selama ini memang masih menjadi PR bagi Kementerian PPMI. Karena sudah jamak diketahui kondisi mereka rawan mengalami eksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sementara pemerintah sendiri tidak bisa menjamin nasib mereka, karena mereka nonprosedural. Di samping rata-rata mereka juga minim keahlian atau keterampilan yang dapat menunjang pekerjaannya. (CNN Indonesia.com, 16/11/2024)

Maraknya PMI Ilegal

Jika harus memilih, siapapun tentu ingin memiliki pekerjaan yang dekat dengan keluarga, tidak harus jauh ke luar negeri apalagi sampai menjadi PMI ilegal. Tetapi apa hendak dikata, penafkahan harus tetap berjalan, kebutuhan keluarga harus terpenuhi. Dihadapkan pula pada bahan-bahan pokok yang merangkak naik seperti beras, telur, daging, minyak, dan sebagainya. Belum lagi biaya pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan keamanan yang mempunyai tarif tersendiri dan tidak murah.

Di sisi lain, mencari kerja di dalam negeri begitu sulit, dikarenakan pendidikan dan skill yang rendah, serta birokrasi yang sulit. Jika pun sudah mendapat pekerjaan, gaji yang diterima masih minim, besar pengeluaran dari pada pendapatan. Bahkan tidak ada ketenangan ketika bekerja, karena bayang-bayang PHK terus menghantui dikarenakan kondisi ekonomi negara yang sedang tidak kondusif. Mau menjalani bisnis seperti UMKM juga bukan perkara yang mudah, banyak kendala dan rintangan, seperti permodalan dan juga persaingan bisnis yang ketat. Apalagi dengan adanya aplikasi e-commerce yang menjual produk dengan harga murah, maka tak heran banyak warga RI yang menggantungkan harapan kesejahteraannya dengan menjadi buruh di luar negeri. Realitas ini tidak hanya terjadi pada laki-laki penopang nafkah keluarga, akan tetapi juga para istri yang sebetulnya bukan tulang punggung keluarga dan Gen Z yang juga kesulitan mendapat pekerjaan karena banyak perusahaan yang menolak kontribusi mereka.

Di sinilah seharusnya peran negara berjalan sesuai fungsinya, yakni mengurusi rakyat agar masalah pengangguran tidak terus berkelanjutan dengan membuka lapangan pekerjaan dan mendorong warganya untuk bekerja atau berwirausaha. Negara dapat memberikan bantuan modal dengan pinjaman tanpa bunga bagi mereka yang terkendala keuangan. Dengan memiliki pekerjaaan, para kepala keluarga dapat menafkahi anggota keluarganya, anak-anak dapat mengakses pendidikan dan kesehatannya.

Exit mobile version