Oleh: Jeli Murniati
(Penulis dan Aktivis Dakwah)
Sebanyak 248 perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan perkebunan diduga tidak tertib dalam melaporkan lowongan pekerjaan ke Disnakertrans Kabupaten Kutai Barat. Dari jumlah tersebut, hanya 20 perusahaan yang melapor, itu pun tidak secara rinci jumlah tenaga kerja yang bekerja di sana.
Disnakertrans Kubar sangat menyayangkan tindakan 248 perusahaan yang tidak tertib. Dia menyebut, data rincian mengenai masyarakat asli Kubar yang dipekerjakan di perusahaan tersebut sangat penting. Sebab, data ini dibutuhkan Disnakertrans karena akan berpengaruh pada jumlah angka pengangguran di Kubar yang terus meningkat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Kubar untuk tahun 2023 mencapai 6,16 persen meningkat ketimbang tahun 2022 yang berada pada angka 4,62.
Tingginya angka pengangguran setiap tahunnya menandakan sinyal kegagalan negara dalam menciptakan lapangan kerja. Disisi lain Disnakertrans menganggap laporan dari para perusahaan di Kubar sangat penting pada jumlah angka pengangguran, lalu siapa sebenarnya yang bertanggungjawab pada masalah pengangguran yang semakin tinggi dan lapangan kerja yang semakin langka?
*Negara Vs Perusahaan*
Lapangan pekerjaan memegang peranan penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan setiap individu. Dengan lapangan pekerjaan yang merata akan membuat angka pengangguran pun turun, tapi dilihat dari data Badan Pusat Statistik, angka pengangguran di Kubar lebih tepatnya mengalami kelonjakan dari 2022 sekitar 4,62 persen menjadi 6,16 persen di tahun 2023. Artinya dari tahun 2022-2023 tidak ada kenaikan dalam hal pemerataan lapangan kerja, malah semakin langka sampai-sampai angka pengangguran naik drastis. Para pencari kerja pun mengeluh dengan sangat berat dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan. Dengan keadaan sekarang yang mana kebutuhan hidup semakin banyak dan mahal, serta sulitnya mencari pekerjaan benar-benar menjadi jalan buntu untuk masyarakat.
248 perusahaan yang berada di Kubar disalahkan karena angka pengangguran yang semakin tinggi, karena tidak ada laporan mengenai berapa banyak warga lokal Kubar yang bekerja dan juga sulitnya mengakses informasi lowongan pekerjaan. Kalau kita lihat 248 perusahaan ini adalah perusahaan pengelola tambang dan perkebunan yang notabene nya adalah milik swasta, jadi tidak ada kewajiban penuh bagi mereka untuk melaporkan lowongan pekerjaan dan tidak ada hukuman terkait hal tersebut. Dan mereka pun lebih tertarik pada para pekerja luar daerah yang memiliki kapabilitas sesuai dengan fashion perusahaan, bukan berarti warga lokal kurang dalam pengalaman dan kemampuan. Hanya saja perusahaan lebih mendepankan seseorang yang mampu memberikan mereka hasil lebih banyak dan bekerja lebih banyak untuk keuntungan perusahaan. Kurangnya minat pada warga lokal juga adalah karena Pendidikan mereka yang rendah, rata-rata mereka hanya bersekolah sampai SD dan SMP, sulit untuk kembali melanjutkan sekolah Menengah Atas atau bahkan Sarjana terapan dikarenakan kesulitan ekonomi. Tidak ada harapan kesejahteraan pada saat sistem yang dipakai masih sistem kapitalis-sekulerisme.
Dibawah naungan kapitalis-sekulerisme tidak heran jika Pertambangan dikelola oleh perorangan yang tujuannya meraih keuntungan untuk dirinya sendiri, padahal seharusnya pengelolaan tambang itu dikembalikan pada negara, dan harus negara yang mengelolanya agar dapat memberikan lapangan pekerjaan yang merata bagi rakyatnya, dan tidak ada lagi yang Namanya mengimpor tenaga kerja asing. Tapi nyatanya hal itu sulit dilakukan jika negara masih bersistem kapitalis-sekulerisme.