Nah, adanya peraturan diatas menunjukan bahwa industri miras, baik peredaran maupun perdagangannya tetap terus berjalan karena dilegalkan oleh penguasa.
Bahkan di beberapa tempat di negeri ini miras menjadi kearifan lokal sebagai salah satu kebutuhan acara keagamaan dan adat setempat.
Namun beginilah jika hidup di bawah naungan sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem dimana manusia merasa berhak mengatur dan menentukan standar kebahagiannya di dunia. Jika miras disukai dan membuat senang manusia, maka mereka akan mengonsumsinya tanpa peduli kesehatan diri atau kemudharatan yang mungkin akan ditimbulkan apalagi hukum halal haram.
Sistem kapitalisme arah tujuannya adalah manfaat, memperoleh keuntungan alias materi. Maka tak heran kita akan disuguhkan kebijakan kontradiktif dimana keamanan dan ketertiban menjadi harapan namun miras tetap diberi ruang. Sungguh tak kan pernah berujung penyelesaian.
Pemuda Terjaga Dalam Naungan Islam
Miras dalam Islam adalah haram. Ia disebut sebagai ummul khabaits karena merusak akal sehingga membuat orang tidak peduli pada kesehatan organ tubuhnya karena mengonsumsinya bahkan membuat pelakunya mampu melakukan tindakan kejahatan, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ، فَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ تُقْبَلْ صَلاَتُهُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا، فَإِنْ مَاتَ وَهِيَ فِيْ بَطْنِهِ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً.
“Khamr adalah induk dari segala kejahatan, barangsiapa meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila ia mati sementara ada khamr di dalam perutnya, maka ia mati sebagaimana matinya orang Jahiliyyah.”
Bahkan Rasulullah melaknat kepada 10 orang terkait khamr,
لُعِنَتِ الْخَمْرُ عَلَى عَشْرَةِ أَوْجُهٍ بِعَيْنِهَا وَعَاصِرِهَا وَمُعْتَصِرِهَا، وَبَائِعِهَا وَمُبْتَاعِهَا، وَحَامِلِهَا وَالْمَحْمُولَةِ إِلَيْهِ، وَآكِلِ ثَمَنِهَا، وَشَارِبِهَا وَسَاقِيهَا.
‘Khamr dilaknat pada sepuluh hal; (1) pada zatnya, (2) pemerasnya, (3) orang yang memerasnya untuk diminum sendiri, (4) penjualnya, (5) pembelinya, (6) pembawanya, (7) orang yang meminta orang lain untuk membawanya, (8) orang yang memakan hasil penjualannya, (9) peminumnya, dan (10) orang yang menuangkannya.’”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَكِرَ فَاجْلِدُوهُ فَإِنْ عَادَ فَاجْلِدُوهُ فَإِنْ عَادَ فَاجْلِدُوهُ ثُمَّ قَالَ فِي الرَّابِعَةِ فَإِنْ عَادَ فَاضْرِبُوا عُنُقَهُ.
‘Apabila ada seseorang yang mabuk, maka cambuklah ia, apabila ia mengulangi, maka cambuklah ia.’ Kemudian beliau bersabda pada kali keempat, ‘Apabila ia mengulanginya, maka penggallah lehernya.’” (Hasan shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2085)], Sunan Ibni Majah (II/859, no. 2572), Sunan Abi Dawud (XII/187, no. 4460), Sunan an-Nasa-i (VIII/314)
Dalam Islam, sanksi diberikan sebagai jawabir ( penebus) dan jawazir ( pencegah) agar masyarakat tidak meniru dan pelaku kapok untuk mengulangnya.
Sungguh hukum Islam akan membuat para pemudanya selamat dari kerusakan. Maka tiada alasan untuk tidak menegakkan hukum hukum Islam dalam suatu penerapan sistem pemerintahan Islam.
Wallahua’lam bisshowab