Opini

Pemimpin Baru Dalam Bingkai Demokrasi, Menjanjikan Harapan?

110
×

Pemimpin Baru Dalam Bingkai Demokrasi, Menjanjikan Harapan?

Sebarkan artikel ini

 

Oleh: Hamsia (pegiat literasi)

Indonesia adalah sebagai negara demokrasi yang terbesar di Asia Tenggara, dan baru saja menyelesaikan pemilu yang sangat dinantikan oleh jutaan rakyatnya. Dan kali ini yang terpilih menjadi Presiden RI yang kedelapan Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibrang Rakabuming Raka, mereka telah dilantik pada Minggu 20 Oktober 2024 di Gedung Nusantara, kompleks parlemen (MPR/DPR/DPD RI) Senayan Jakarta.

Setelah proses yang sangat panjang dengan melibatkan berbagai kampanye intens, debat publik, dan partisipasi warga negara yang begitu antusias, Indonesia kini menyambut pemimpin barunya. Masyarakat berharap bahwa Presiden yang terpilih kali ini dapat membawa angin perubahan bagi negara Indonesia, serta menjawab tantangan besar yang dihadapi bangsa ini, mulai dari ekonomi, politik, hingga isu lingkungan. (20 Oktober 2024)

Sungguh ironis pergantian pemimpin dianggap oleh sebagian masyarakat akan ada harapan baru menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Anggapan ini wajar karena mereka hanya melihat keberhasilan berada di dalam individu pemimpin. Bangsa ini tidak boleh lupa sejak negeri ini merdeka sampai saat ini, telah banyak dipimpin oleh individu dari latar belakang yang berbeda. Mulai dari seorang politikus, militer, ilmuwan, wanita, hingga pribadi yang diklaim pro rakyat.

Padahal pergantian pemimpin tidak akan dapat membawa perubahan. Bagaimana tidak sudah delapan kali Indonesia di pimpin oleh orang yang berbeda namun faktanya tidak ada perubahan yang ada justru semakin meningkat permasalahan pada negeri ini.

Hal ini semakin membuktikan bahwa pemerintahan baru akan bernasib sama dengan sebelumnya. Presiden Prabowo akan melanjutkan beban sangat berat dan berbagai persoalan yang ditinggalkan oleh presiden sebelumnya yakni Jokowi. Khususnya di bidang ekonomi. Di antaranya angka pengangguran, kemiskinan yang tinggi, pajak yang makin besar, jumlah kelas menengah makin berkurang, dan PHK yang makin meningkat, beban pembayaran utang negara yang makin berat, sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik rakyat kini dikuasai oleh segelintir orang (asing dan aseng) yang makin tak terkendali, ditambah lagi beban ekonomi masyarakat saat ini semakin waktu semakin besar, dsb.

Sejatinya masyarakat harus memahami bahwa kerusakan yang terjadi di Negeri ini bukanlah karena sosok individu pemimpin, tetapi karena sistem yang diemban yakni sistem kapitalisme sekularisme, yang mana sistem ini adalah sistem rusak dan merusak. Sistem kapitalisme sekularisme adalah sistem buatan manusia yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, dan agama tidak dijadikan sebagai landasan di dalam berkehidupan, politik, dan bernegara.

Berbagai problem yang terjadi saat ini dikarenakan buruknya penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan. Maka jika sistem yang rusak ini terus diemban oleh negara kita, dapat dipastikan kehidupan masyarakat akan semakin sulit dan jauh dari kata sejahtera.

Kesejahteraan kehidupan masyarakat hanya akan terwujud jika sistem yang diemban adalah sistem Islam, karena sistem Islam lahir dari sang Khalik yaitu Allah Swt. Kita lihat bagaimana sistem Islam mampu menguasai dunia selama 1300 tahun dan menjadi mercusuar peradaban dunia, bahkan mampu melahirkan sebuah peradaban yang gemilang. Kehidupan umat terjaga dan sejahtera di bawah naungan sistem Islam yakni Daulah Islamiyah.

Dalam pandangan Islam, sistem kepemimpinan dan sosok pemimpin keduanya tidak bisa dipisahkan. Namun Berharap akan ada pemimpin yang peduli terhadap rakyat dalam sistem saat ini bagaikan pungguk merindukan bulan. Sebab siapa pun pemimpinnya, jika sistem yang diterapkan bukan sistem Islam maka masyarakat tidak akan sejahtera.

Selain itu Islam memiliki 7 kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (kepala negara) adalah: (1) Muslim; (2) Laki-laki; (3) Balig; (4) Berakal; (5) Merdeka (bukan budak/berada dalam kekuasaan pihak lain); (6) Adil (bukan orang fasik/ahli maksiat); (7) Mampu (punya kapasitas untuk memimpin).

Oleh karena itu, jelas, di antara kriteria calon pemimpin (kepala negara) adalah harus orang yang adil (poin 6). Artinya, ia bukan orang fasil (ahli maksiat) atau orang zalim. Penyebabnya, kata adil memang sering dilawankan dengan kata fasik atau zalim. Di antara ciri utama orang fasik atau zalim adalah enggan berhukum dengan hukum-hukum Allah Swt.. Dasarnya adalah firman Allah Swt.,

“Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah, mereka itulah kaum yang zalim.” (QS Al-Maidah [5]: 45).

Selain itu wajib bagi negara menegakkan sistem pemerintahan Islam. Jelas bahwa yang dituntut atas kaum muslim sesungguhnya bukan sekadar memilih dan mengangkat pemimpin (kepala negara). Mereka pun dituntut untuk menegakkan sistem pemerintahan Islam (Imamah/Khilafah).

Wallahu a’lam bis shawwab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *