Oleh Suci Halimatussadiah
Ibu Pemerhati Masyarakat
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan, bahwa Indonesia siap menutup platform media sosial X (dahulu Twitter) jika platform tersebut tidak mematuhi peraturan yang melarang konten dewasa. Komentar tersebut dilontarkan imbas dari pembolehan konten pornografi oleh platform media sosial X. Pengguna diizinkan untuk mengunggah terkait konten dewasa atas dasar suka sama suka. (media online voaindonesia, 14/6/2024)
Para pakar menilai pemblokiran bukanlah solusi efektif untuk memberantas pornografi. Pemerhati media sosial Mazdjopray mengatakan bahwa pemblokiran tidak akan efektif mencegah masyarakat termasuk anak-anak Indonesia di bawah umur mengakses konten pornografi di X karena mereka sudah akrab dengan VPN (Virtual Private Network) yang dapat digunakan untuk mengakses situs yang terblokir. (media online rri.co.id 6/6/2024)
Alih-alih membasmi akses pornografi, justru pornografi semakin eksis. Telah diketahui bahwa pornografi telah menyebabkan dampak berbahaya bagi generasi. Bak narkoba yang mampu menyebabkan kecanduan. Bahkan disebutkan bahwa kecanduan pornografi lebih berbahaya daripada kecanduan narkoba.
Kecanduan pornografi dapat membuat para penikmatnya menjadi kacau hidupnya, dapat merusak fungsi otak, khususnya pada bagian PFC (Pre-Frontal Cortex) yang merupakan pengontrol area kortikal pada otak bagian depan yang berfungsi mengatur kognitif dan emosi. Jika PFC rusak, timbul gejala-gejala yang ditandai dengan kurangnya daya konsentrasi, tidak dapat membedakan benar dan salah, berkurangnya kemampuan untuk mengambil keputusan, dan menjadi pemalas. (media online yankes.kemkes.go.id, 28/7/2022)
Demikian bahaya pornografi bagi generasi yakni dapat mengancam keberlangsungan peradaban manusia di masa depan. Sehingga, perlunya diketahui akar persoalannya agar dapat dicari solusinya hingga tuntas.
Sejatinya sistem kehidupan saat ini mengusung liberalisme. Paham ini memberikan peluang kebebasan seluas-luasnya, termasuk kebebasan berekspresi dan bertingkah laku. Dalam persepsi kebebasan tidak adanya standar yang jelas terkait boleh tidaknya atau baik buruknya suatu hal.
Semua dikembalikan pada perspektif masing-masing serta norma umum yang akan menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat karena baik menurut seseorang belum tentu baik bagi yang lain. Sebaliknya buruk untuk seseorang, belum tentu buruk untuk yang lain.
Ditambah negara ini mengadopsi asas sekularisme di mana agama dipisahkan dengan kehidupan. Sudah barang tentu tidak akan ada tempat bagi agama untuk memberikan standar penilaian baik dan buruk.
Alhasil, kebebasan itu justru menjadi biang keladi merebaknya pornografi karena tidak ada standar yang jelas bahwa sesuatu disebut pornografi. Contohnya telanjang bagi sebagian orang dianggap seni, tetapi bagi sebagian yang lain dianggap melanggar norma bahkan agama.
Maka, tidak heran bila warganet tidak setuju adanya pemblokiran platform X. Bukan karena adanya konten dewasa, tetapi platform X dianggap mampu menyalurkan aspirasi, pemikiran kritis, dan apa pun ekspresi seseorang secara bebas.
Bahkan, sisi positif platform media sosial X dipandang jauh lebih besar ketimbang negatifnya. Pemblokiran tidak menjadi jaminan pornografi hilang. Bisa jadi berpindah pada platform yang lain.