Oleh : Zhulia
Judi atau judi online merupakan salah satu permainan yang berbentuk kartu dalam sebuah aplikasi atau website. Maraknya judi online di Indonesia maupun di luar negeri membuat masyarakat resah, sebab dapat merusak perekonomian keluarga masyarakat. Oleh karena itulah, pemerintah khususnya Kementrian Komunikasi dan Digital berupaya untuk memerangi judi atau judi online. Namun, banyak pegawai yang terlibat bahkan menjadi tersangka dimana seharusnya menjadi pemberantas judi online.
Dikutip dari Kompas.com – Sebelas tersangka kasus dugaan tindak pidana judi online dan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkerjakan delapan operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka “bina” agar tidak dibelokir.
Menurut salah satu pelaku, mereka mendapat keuntungan senilai Rp 8,5 juta dari tiap situs judi online yang tidak dibelokir. Bila ditotal dari 1.000 situs, maka dalam sebulan ia mendapat keuntungan hingga Rp 8,5 milyar. Dari hasil menjaga situs itu, dia bahkan dapat memberi upah sejumlah pegawai sebagai admin dan operator senilai Rp 5 juta tiap bulannya.
Fakta ini seharusnya membuat masyarakat sadar bahwa pemberantasan judi online atau judol hanyalah hayalan belaka. Operator negara yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. Hal ini diakibatkan sistem hukum yang lemah, sehingga pemberantasan judi makin jauh dari harapan.
Akar Permasalahannya
Kondisi ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kehidupan yang diterapkan saat ini yakni sekuler-kapitalisme, dimana menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Hal ini mudah saja terjadi disistem sekuler-kapitalis, sebab sekulerisme merupakan paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga masyarakat tidak lagi memandang harta yang mereka dapatkan itu dengan cara halal atau haram, dan juga kehidupan masyarakat yang materialistik. Maka dari itu tidak perlu heran lagi apabila pejabat negara sendiri yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat agar tidak melakukan judi malah jadi pelaku kejahatan judi online.
Islam Solusinya
Dalam negara islam, sistem atau aturan yang diterapkan dalam kehidupan ini adalah sistem islam, tentu kondisi tersebut sangat berbeda dengan sistem sekuler-kapitalis yang diterapkan saat ini. Karena islam menetapkan apapun bentuk perjudian merupakan sebuah perbuatan yang haram, sebagaiman firman Allah SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan)ntermasuk perbuatan setan. Maka, jauilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” Q.S Al-Maidah ayat 10.
Daulah islam menjadikan kontrol pribadi seseorang untuk tidak melakukan kemaksiatan, dan islam memerintahkan masyarakat melakukan kontrol dengan beramar ma’ruf nahi munkar kepada sesama. Perjudian semakin tidak mendapatkan publik, karena negara memberikan sanksi kepada pelaku judi. Dalam kitab tafsir aljami’ qur’an oleh imam altubi dijelaskan bahwa alasan Allah SWT. menurunkan keharaman judi dan meminum khamar secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki keserupaan.
Tindak pidana perjudian disertakan dengan sanksi khamar di dalam hukum islam berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk. Penerapan sanksi islam (uqubat) dipastikan judi termasuk judol tidak akan sulit diberantas apalagi dipelihara oleh pejabat negara. Jika sanksi islam di terpkan maka memberikan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penembus dosa) sekaligus, sehingga uqubat islam jika diterapkan oleh negara sangat efektif dan efesien mengendalikan kejahatan ternaksud judol.
Ditambah lagi dengan sistem pendidikan islam meniscayakan terbentuknya kepribadian islam pada generasi, dimana sistem ini berdiri di atas aqidah islam yang senantiasa menghadirkan kesadaran hubungan hamba dengan allah. Sehingga generasi menjadi SDM yang amana taat dan tidak mungkin menyalah gunakan wewenangnya untuk memelihara kesehatan dan mendulang keuntungan pribadi. Tentu saja penerapan hukum islam hanya dapat terjadi atau diterapkan dalam daulah islam atau khilafah.