Opini

Pekerja Migran Ilegal Tumbal Ekonomi Kapitalis

112

Oleh: Arini Asy Syahidah, S. Pd

(Aktivis Muslimah)

 

Banyaknya kasus pekerja migran Indonesia (PMI) alias tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal di Indonesia menjadi masalah besar yang harus dihadapi oleh pemerintah dari tahun ke tahun, periode ke periode. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding bahwa lebih dari 5.000 warga negara Indonesia menjadi pekerja migran ilegal di luar negeri. Ini baru yang terdata, yang belum terdata tentu jauh lebih banyak lagi. (CNNIndonesia, 16/11/2024)

 

Hal ini jelas harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Menuntaskan permasalahan ini tentu bukanlah perkara yang mudah. Banyaknya pekerja migran menunjukkan bahwa masyarakat kita banyak yang berharap kepada negara lain untuk memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak yang tidak mereka dapatkan di dalam negeri.

 

Terjadinya PMI ilegal erat kaitannya dengan masih tingginya angka pengangguran juga penghasilan yang rendah yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup. Persoalan ini terjadi pada berbagai kelompok usia termasuk para Gen Z.

 

Ada banyak sisi yang harus diubah bahkan diganti jika hendak menyelesaikan perkara ini. Misalnya terkait akses lapangan pekerjaan di dalam negeri. Pemerintah harus berupaya membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. Sulitnya mendapatkan pekerjaan, baik dikarenakan lapangan kerja yang sedikit, skill yang rendah, birokrasi yang rumit bahkan gaji yang tidak layak mengakibatkan rakyat mencari pekerjaan ke luar negeri dengan harapan bisa hidup lebih baik, meskipun dengan cara ilegal.

 

Kapitalisme: Akar Masalah Pengangguran 

Tingginya angka pekerja migran Indonesia adalah akibat penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara abai pada nasib rakyatnya. Negara lebih mementingan para pengusaha besar yang ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya di negeri ini. Kekayaan alam milik negara, yang mempunyai kapasitas sangat besar, pengelolaannya diberikan kepada swasta. Bahkan kontrak karya pada beberapa sumber daya alam besar diberikan kepada asing. Padahal seharusnya negara-lah yang harusnya mengelola yang hasilnya dikembalikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jelaslah bahwa negara lepas tangan pada kepengurusan urusan rakyat, demi urusan pribadi yang ingin meraup untung sendiri. Terbukti, data korupsi dari tahun ke tahun semakin banyak, jumlahnya pun sungguh fantastis. Semuanya demi meloloskan korporasi dalam mengeruk kekayaan alam negara.

 

Exit mobile version