Opini

Pangan Murah Utopis dalam Kapitalisme

94
×

Pangan Murah Utopis dalam Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

Oleh Suryani

Pegiat Literasi

Seolah sudah menjadi budaya, setiap menjelang natal dan tahun baru (Nataru) komoditas kebutuhan pokok mengalami lonjakan yang signifikan. Untuk itu Pemkab Bandung melalui dinas terkait menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) di halaman kantor Disperdag.

Dalam acara tersebut turut berpartisipasi Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin), Dinas pertanian (Distan), Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispakan) Kabupaten Bandung serta distributor komoditas tomat dan bawang merah, PT Tricipta.

Menurut Kepala Disperdagin Kabupaten Bandung Dicky Anugrah, kegiatan tersebut adalah upaya konkret pemerintah dalam menekan laju inflasi di daerahnya. Beliau berharap GPM dapat membantu menekan harga komoditas pengan khususnya tomat dan bawang merah yang kini sedang mengalami kenaikan harga. (Ketik.co.id, 6 Desember 2024)

Tidak bisa dimungkiri pangan murah merupakan dambaan masyarakat terutama dari mereka yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Adanya program GPM ini sedikit membantu sebagian warga, walaupun faktanya tidak semua bisa menikmatinya.

Oleh karena itu ketersediaan pangan murah seharusnya tidak dibatasi pada tempat atau waktu-waktu tertentu, melainkan harus senantiasa ada dan mudah didapat oleh setiap individu rakyat. Hal ini karena pangan merupakan kebutuhan asasi bagi warga negara.

Seharusnya pemerintah serius dalam mengurus hajat hidup orang banyak ini. Karena mengurus kebutuhan publik adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak asasi mereka. Oleh karena itu negara bisa mengupayakan berbagai langkah agar ketersediaan pangan dipastikan cukup dan stok selalu tersedia, antara lain dengan: mewujudkan kemandirian pangan dan menjamin distribusi atau pasokan pangan bisa tersebar merata ke berbagai daerah sesuai kebutuhannya.

Selanjutnya, negara bisa mengoptimalkan lahan yang tersedia serta meningkatkan hasil pertanian. Melalui benih yang berkualitas, memanfaatkan teknologi canggih dan membekali petani dalam penggunaannya. Negara juga harus bertindak tegas kepada oknum penimbunan, penipuan, monopoli melarang keras praktek ribawi, di samping mengendalikan supply end demand

Langkah-langkah tersebut semestinya mudah terealisasi mengingat Indonesia adalah negeri yang telah Allah Swt. berkahi dengan berlimpahnya SDA, termasuk tanahnya yang subur dan lautnya yang luas terhampar berbagai jenis pangan. Ketika dikelola dengan benar sesuai tuntunan syariah maka rakyat akan mengalami kesejahteraan dan kemakmuran.

Namun, karena konsep ekonomi yang bercorak kapitalistik-neoliberal yang menjadi platform tata kelola negeri ini, menjadikan solusi apapun yang ditempuh pemerintah hasilnya tidak bersifat komperhensif. Sistem inilah yang paling bertanggung jawab terhadap persoalan tingginya harga pangan. Sistem ini pula yang menjadikan negara berlepas tangan dalam mengurusi umat, termasuk sistem politiknya yang memosisikan negara sebatas regulator, sedangkan seluruh pengurusan umat dialihkan pada swasta. Jika sudah oleh swasta, seluruh orientasi pengaturannya tentu berdasarkan profit semata.

Regulasi yang dibuat pemerintah pun pada akhirnya malah menguntungkan pengusaha, alih-alih mengatur agar rakyat mendapatkan haknya dengan mencegah monopoli dan hegemoni. Selain itu, konsekuensi dialihkannya pengurusan umat pada swasta, akan melahirkan para mafia pangan. Merekalah yang menguasai hulu hingga hilir persoalan pangan, mulai dari penguasaan lahan hingga distribusi. Alhasil, lapangan pekerjaan kian sempit, upah kian kecil, sedangkan harga kebutuhan terus melambung.

Oleh karena itu, bagai mimpi di siang bolong berharap agar harga pangan menjadi murah dalam sistem hari ini. Tata kelolanya yang bercorak kapitalistik-neoliberal dan penguasanya yang abai terhadap nasib rakyatnya menjadi paket komplit dalam menciptakan penderitaan rakyat.

Maka dari itu, jika melihat akar masalahnya terletak sistem kapitalisme sudah selayaknya sistem tersebut digantikan dengan Islam yang terbukti mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat hampir 14 abad lamanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *