Opini

Pameran Budaya Meniscayakan Perang Pemikiran

95
×

Pameran Budaya Meniscayakan Perang Pemikiran

Sebarkan artikel ini

Oleh: Lisa Oka Rina
Pemerhati Kebijakan Publik

Pekan kebudayaan Korea Kalimantan Timur yang diselenggarakan oleh Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) dan Nusa Lumina Pantai BSB resmi dibuka pada Jumat (29/11/2024) di Nusa Lumina Pantai Balikpapan Super Block (BSB). Acara ini menjadi kesempatan penting untuk mempererat hubungan budaya antara Korea Selatan dan Indonesia, sekaligus memperkenalkan budaya Korea kepada masyarakat Kalimantan Timur.

Peresmian acara dihadiri oleh berbagai pihak penting, seperti Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Pariwisata Kota Balikpapan, serta komunitas Diaspora Korea di Kalimantan. Direktur KCCI, Kim Yong Woon, bersama Kepala Disporapar Kota Balikpapan, C.I. Ratih Kusuma, secara resmi membuka acara di hadapan tamu undangan dan masyarakat umum.
Pekan Kebudayaan Korea ini berlangsung dari 29 November hingga 15 Desember 2024 dan menawarkan beragam rangkaian acara yang menarik. Beberapa di antaranya adalah pameran imersif mengenai hubungan ASEAN dan Korea, kesempatan mengenakan hanbok asli Korea, dongeng tentang pahlawan kelautan Korea, permainan tradisional Korea, pengalaman menulis Hangeul, kompetisi K-pop dan Noreabang, hingga kelas kimchi setiap akhir pekan.

Semua kegiatan ini dapat diikuti secara gratis, dengan biaya hanya dikenakan untuk masuk ke area pantai.
“Misi kami adalah untuk mempromosikan budaya Korea kepada masyarakat Indonesia dan mendukung pertukaran budaya antara kedua negara,” ungkap Kim Yong Woon, Direktur KCCI.
Kim Yong Woon berharap acara ini bisa menjadikan Kalimantan Timur sebagai basis baru penyebaran Hallyu (gelombang budaya Korea) di Indonesia, serta mempererat hubungan kerja sama antara Korea Selatan dan Indonesia.
(Balpos.com, 30/11/24)

Sadar atau tidak, pertukaran budaya adalah bentuk penjajahan secara pemikiran (ghazwu tsaqafiy) di tengah masyarakat, khususnya kepada remaja. Karena pelan tapi pasti, ide-ide dari budaya asing itu, bertentangan dengan budaya ketimuran dan jati diri mereka sebagai generasi muslim.

Sikap ini juga sejatinya mengokohkan jalan moderasi beragama yang tidak sesuai koridor syariat islam. Karena selalu saja penilaian yang ada di masyarakat, kalau kita tidak menerima budaya asing, itu dinilai tidak modern, tidak gaul, kuper dan lain sebagainya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *