Oleh : Sumarni S.Pd.I.
(Pemerhati Masalah Umat)
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani menyuarakan keinginannya untuk menghentikan perang di Palestina dan daerah konflik lainnya. Pidato itu disampaikan di hadapan puluhan delegasi negara-negara Afrika dalam Forum Parlementer Indonesia Afrika (IAPF) 2024 di Nusa Dua, Bali. (suara Bali.id 1/9/2024).
Dalam pidatonya yang sekaligus membuka kegiatan tersebut, Puan mengingatkan peran parlemen untuk berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan global. Selain itu, dia menilai parlemen juga harus menghargai HAM dan menegakkan hukum. Karena itu juga, menurutnya parlemen berperan untuk mendorong perdamaian dunia dengan menolak cara kekerasan dalam menghasilkan perdamaian. Puan juga menegaskan niat untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina melalui forum kerja sana antara Indonesia dan Afrika. Selain itu, dia juga mendorong perdamaian di wilayah konflik lainnya seperti Ukraina yang terlibat perang dengan Rusia.
Usai ujaran untuk membela Palestina itu, Puan mendapatkan gemuruh tepuk tangan dari para tamu undangan yang merupakan anggota parlemen negara-negara Afrika itu. Hal yang sama juga diutarakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Dia mengungkapkan hal yang senada dengan yang disampaikan Puan. Lantas, bisakah parlemen menghentikan perang di Palestina?
Akar Masalah Palestina
Tidak hanya di Indonesia, upaya perdamaian melalui jalan parlemen kerap kali di lakukan termasuk dewan keamanan PBB. Sebelumnya sudah beberapa kali mengeluarkan keputusan yang menghasilkan resolusi terkait sejumlah resolusi Masalah Palestina – Israel. Diantaranya resolusi 242 (1967) yang menyerukan penarikan pasukan Zionis Israel dari wilayah yang diduduki setelah perang enam hari dan resolusi 1397 (2002) yang menyerukan penghentian kekerasan. Namun sayangnya, resolusi – resolusi ini tidak berhasil menyelesaikan problem Palestina. Hal itu wajar terjadi sebab masalah utamanya adalah pendudukan Zionis Israel atas wilayah Palestina. Inilah yang disebut sebagai qaadhiyah wujuud (problem eksistensi). Bermula pada 1897 dari gagasan Theodor Herzl, bapak Zionis Internasional yang menginginkan pendirian negara Yahudi. Dalam pikirannya, semua penindasan terhadap bangsa Yahudi, seperti yang ia lihat pada peristiwa Dreyfus pada tahun 1894, akan bisa diakhiri jika orang Yahudi memiliki negara sendiri. Ditambah dengan doktrin tentang Tanah Terjanji. Seolah Tuhan telah menyerahkan wilayah Palestina dan sebagian Mesir, sebagian Suriah dan Lebanon, yang membentang dari Sungai Nil di Mesir hingga Sungai Eufrat di Irak untuk mereka.
Dari awal mereka menyadari bahwa Palestina bukanlah tanah tidak bertuan. Wilayah itu ada di dalam kekuasaan Khilafah Utsmani. Melalui Theodor Herzl, mereka kemudian mencoba meminta wilayah itu kepada Khalifah Sultan Abdul Hamid II, tetapi ditolak mentah-mentah. Akhirnya, mereka sampai pada kesimpulan, cita-cita negara Yahudi hanya mungkin bisa diwujudkan jika pelindung wilayah itu, yakni Khilafah Utsmani, dihancurkan lebih dahulu. Itulah yang kemudian mereka lakukan dan berhasil pada 1924. Dimana, setelah runtuhnya Khilafah Utsmani, mulailah eksodus besar-besaran komunitas Yahudi dari berbagai wilayah di dunia ke Palestina. Puncaknya pada 1948, atas sokongan Inggris dan PBB, negara Israel dideklarasikan. Jadi, selama Israel masih ada dan menjajah wilayah Palestina, selama itu pula persoalan Palestina akan terus muncul.
Kita harus menyadari bahwa Baitul Maqdis adalah Kiblat pertama umat muslim. Sebelum shalat menghadap ke Ka’bah, Baitullah, Rasulullah saw. dan para sahabatnya shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas bulan, dalam riwayat yang lain selama tujuh belas bulan. Selain dari itu, Masjid Al Aqsha merupakan bagian dari tiga masjid yang sangat dianjurkan untuk dikunjungi, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Olehnya itu sebagai muslim wajib melindungi baitul Maqdis. Setidaknya terdapat beberapa alasan kuat yang membuat kita tidak boleh berdiam diri dengan masalah Palestina.
Pertama, Masalah Palestina adalah masalah umat Islam sedunia karena terkait dengan akidah Islam. Palestina tidak bisa dilepaskan dari Yerusalem, Masjidilaqsa, peristiwa Isra Mikraj, dan kenabian Muhammad SAW.