Kewajiban Penguasa Islam dan Mekanisme Pajak
Dalam sistem pemerintahan Islam, negara memiliki tiga pos penerimaan dan pengeluaran harta. Yaitu kepemilikan negara (seperti jizyah, ghanimah, kharaj, usyr, fa’i); kepemilikan umum (air, tambang, migas, hutan); dan zakat.
Harta kepemilikan negara dialokasikan untuk kebutuhan dan tugas kenegaraan semisal dakwah, jihad, gaji tentara, dan gaji pegawai. Adapun kepemilikan umum yang kewenangan pengelolaannya dilakukan oleh negara, dialokasikan untuk kepentingan publik dan infrastruktur. Jika kedua pos harta ini mengalami kekosongan, sedangkan tanggung jawab negara untuk mengurus rakyat berikut kebutuhannya tak bisa ditunda maka negara akan memberlakukan pajak yang disebut dharibah. Mekanismenya berbeda dengan sistem saat ini yakni dipungut secara insidental, bersifat temporal, tidak semua rakyat diminta tapi hanya kepada kaum muslim yang sudah bekerja, memiliki harta lebih dari cukup (kaya) dan pungutan akan dihentikan jika kebutuhan sudah terpenuhi.
Yang ketiganya adalah pos zakat. Harta zakat yang masuk ke Baitulmal diperuntukkan untuk 8 asnaf yakni fakir, miskin, gharimin, Ibnu Sabil, mualaf, Amil zakat, riqab dan orang yang berjuang di jalan Allah.
Dengan adanya ketiga pos harta tersebut, negara akan mampu menjalankan kewajibannya mengurus dan melayani rakyat tanpa membebani mereka dengan pungutan pajak yang jelas-jelas hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah dan sabda Nabi-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” (Q.S. An Nisa, 29)
“Sesungguhnya para penarik (pemungut) pajak (diazab) di neraka. ” (HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930)
Demikianlah penerimaan dan pengeluaran harta negara dalam Islam. Negara tidak akan memberikan pelayanan dengan cara memaksa rakyat membayar pajak, selain karena diharamkan juga karena kekayaan di negeri Islam sangat melimpah. Hal ini karena negara dalam Islam mampu berdaulat secara ekonomi. Tidak membiarkan asing mengintervensi kebijakan negara apalagi memberi celah pada mereka merampas sumber-sumber kekayaan publik sebagaimana saat ini. Dengan kemandirian ini, negara tidak akan menjadikan utang luar negeri sebagai wasilah kaum kuffar menjajah kaum muslim, justru merekalah yang akan tunduk pada negara Islam karena keagungan Islam dan penerapannya. Inilah yang harus diperjuangkan umat muslim agar peradaban itu kembali bersinar karena umat akan benar-benar diriayah oleh orang yang memahami tanggung jawab dan pelayanan sesuai aturan yang sahih. Maka kesejahteraan bukan hal yang semu tapi fakta yang nyata, karena Islam telah mempraktikkannya selama kurang lebih 14 abad lamanya. Wallahu alam bissawwab.