Opini

Pajak Mencekik, Butuh Solusi Islam

88
×

Pajak Mencekik, Butuh Solusi Islam

Sebarkan artikel ini

 

Oleh: Zuliyama, S. Pd. (Relawan opini)

Suatu hal yang miris bagi rakyat saat ini, selain harus memenuhi kebutuhan hidupnya, rakyat juga harus menanggung kebutuhan negara berupa pajak yang cukup membuat rakyat menjerit. Mengingat kurang lebih 80% pendapatan negara diambil dari pajak, pemerintah pun melakukan berbagai cara agar rakyat mau memenuhi (membayar) kewajibannya itu. Mulai dari slogan, rakyat taat adalah yang membayar pajak, hingga pernyataan “jangan tinggal di Indonesia jika tidak ingin bayar pajak”. Sayangnya, tak cukup sampai disitu, rupanya rakyat juga harus disuguhi dengan realita adanya kesenjangan dalam menangani penunggak pajak antara masyarakat bawah dan para pengusaha.

Dilansir dari oto.detik.com (7/11/2024), dikarenakan tingkat kepatuhan masyarakat melakukan perpanjangan STNK 5 tahun masih sangat minim, maka tim pembina samsat akan mendatangi rumah pemilik kendaraan yang nuggak pajak dan diingatkan untuk membayar kewajibannya.

 

Disisi lain, dilansir dari menpan.go.id (4/11/2024), melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PMK No. 130/PMK.010/2020, fasilitas tax holiday resmi diperpanjang oleh Menteri Keuangan (Menkeu) hingga 31 Desember 2025. Langkah ini diambil untuk menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia di tengah penerapan pajak minimum global 15 persen oleh berbagai negara.

 

Pajak Mencekik Rakyat, Mengapa Bisa Terjadi?

 

Sebagaimana pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa sebagaimana undang-undang, dengan tidak memperoleh imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Pajak terbagi atas pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bea materai dan pajak bumi dan bangunan serta pajak-pajak lainnya.

 

Mengingat banyaknya jenis pajak yang ada, tak heran jika masyarakat makin tercekik dengan banyaknya biaya yang harus ia keluarkan. Terlebih berbagai kemudahan pajak bagi para pengusaha akan semakin menyulitkan rakyat kecil. Rakyat pun laksana sapi perah yang dipaksa bekerja, sementara kebanyakan penguasa malah menggunakannya tanpa ada rasa bersalah. Kesejahteraan pun seolah tak dapat mereka rasakan, meski hakikat pajak adalah demi kesejahteraan rakyat itu sendiri.

Sayangnya jika ditelisik, bukan hal yang aneh jika fakta yang miskin makin miskin dan yang kaya makin kaya itu malah menjadi sebuah keniscayaan. Pasalnya, negara yang menerapan sistem sekulerisme-kapitalisme memang hanya menjadikan manfaat sebagai tolak ukur perbuatannya. Tak ada yang namanya pengurusan rakyat, yang terjadi malah pemanfaatan rakyat. Membantu si kaya demi kemungkinan keuntungan pribadi yang mereka dapatkan juga bukan hal yang sulit. Terlebih lagi dalam sistem ini, aturan agama ditiadakan dari kehidupan. Sebagai gantinya, mereka membuat sendiri aturan-aturan tersebut sesuai dengan yang mereka inginkan. Menguntungkan satu pihak dan memberatkan pihak lainnya pun bukan jadi masalah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *