Oleh : Umi Astuti
Pemerhati Keluarga dan Instruktur Go Ngaji
Petani sangat membutuhkan pupuk dan sarana prasarana bertani. Namun akhir- akhir ini sulitnya memperoleh pupuk subsidi menjadi permasalahan petani yang dikeluhkan . Menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, masalah ini terjadi karena tidak semua petani memiliki kartu Kenyataanya yang mempunyai kartu tani pun Pupuk dibatasi . Kartu tani merupakan persyaratan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Kalau pupuk non subsidi harganya sudah melambung tinggi selisihnya bisa 100%. Masalah ini turut dibahas dalam rapat dengan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (Tiko), Rahmad Pribadi Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Holding Pangan ID Food, dan jajaran eselon I Kementan.
“Persoalannya kemarin, kami dari lapangan, pupuk ada 1 juta (ton), di sisi lain petaninya berteriak. Artinya ada miss, ada yang tidak sinkron. Saya turun, pastikan masalahnya di mana ini. Saya dari Sulawesi Selatan, aku cek, apa masalahnya, kartu tani tidak semua orang bisa menggunakan,” kata Amran ditemui di Kementerian Pertanian.
Ternyata Pemerintah masih memiliki utang kepada PT Pupuk Indonesia (Pesero) terkait penyaluran pupuk subsidi sebesar Rp 12,5 triliun. Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengatakan utang itu bertambah Rp 2 triliun utang dari tahun berjalan per April 2024.
Sebagai informasi, berdasarkan total utang pemerintah pada 2020 sampai 2023 sebelumnya tercatat sebesar Rp 10,4 triliun.
“Piutang subsidi kepada pemerintah ada Rp 12,5 triliun, di mana Rp 2 triliun tagihan berjalan bulan April selebihnya adalah tagihan mulai dari 2020, kemudian 2022, dan 2023,” kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).
Tim Satgassus Pencegahan Korupsi Polri mengungkapnya tatkala memantau penyaluran pupuk subsidi di NTT pada 18—22 Juni 2024. Atas temuan tersebut Satgassus menyarankan Kementerian Pertanian untuk mengatur dalam petunjuk teknis (juknis) jarak maksimum keberadaan kios dari petani. Satgassus juga menyarankan untuk mempertimbangkan BUMDes dan koperasi unit desa (KUD) menjadi kios sehingga dekat dengan lokasi petani. (Berita Satu, 23-6-2024)
Masalah Pupuk
Mengutip situs Berita Satu, beberapa masalah yang ditemukan Satgassus di antaranya sebagai berikut. Pertama, Di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, masih banyak petani hingga mencapai ribuan yang seharusnya berhak mendapat pupuk bersubsidi, tetapi tidak terealisasi dengan alasan belum terdaftar di E-RDKK. Di antara penyebabnya adalah ketaksinkronan nomor NIK petani dengan data dukcapil dan tidak cukup waktu untuk melakukan input data di sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (E-RDKK).
Kedua, sampai Juni 2024, masih banyak kartu tani yang belum disalurkan oleh bank sehingga petani tidak bisa menebus jatah pupuk bersubsidinya.
Ketiga, distribusi belum merata. Ada petani yang harus menebus pupuk dengan jarak 80 km. Untuk itu, Satgassus menyarankan pada Kementerian Pertanian untuk mengatur petunjuk teknis jarak maksimum keberadaan kios dari petani.
Keempat, para distributor dan kios masih belum memahami petunjuk teknis penyaluran secara utuh.
Kelima, kios dan distributor belum memahami kewajiban stok minimum di masing-masing gudang distributor dan kios.
Keenam, masih banyaknya penolakan transaksi penebusan oleh tim verifikasi dan validasi kecamatan karena tidak lengkapnya administrasi.
Sudah akses petani untuk pupuk subsidi sulit, realisasi penyalurannya malah berkelit. Pantas saja jika muncul pertanyaan, mengapa negara “elite”, tetapi ketersediaan pupuk tampak sulit? Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2023 Indonesia mengimpor pupuk sekitar 5,37 juta ton. Meski volume impornya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, fakta impor pupuk semakin menegaskan bahwa negeri ini masih bergantung impor. Ketahanan pangan seakan makin jauh dari harapan.