Oleh Nur Hasanah, SKom
Aktivis Dakwah Islam
PBB dan Para Pemimpin Negeri Muslim Hanya Mengecam
Dilansir dari tempo.co tanggal 21 Oktober 2024, utusan perdamaian PBB untuk Timur Tengah, mengutuk serangan yang terus berlanjut terhadap warga sipil Palestina, setelah serangan udara Israel di Beit Lahiya di Gaza yang menewaskan 87 warga. Diketahui, sejak 7 Oktober 2023, serangan militer Israel di Jalur Gaza telah menewaskan sedikitnya 42.603 warga Palestina dan melukai 99.795 orang.
PBB yang seharusnya menjadi lembaga perdamaian dunia terbukti hanya memberikan pernyataan-pernyataan tanpa tindakan tegas. Hal ini semakin memperjelas lemahnya komitmen mereka terhadap hak-hak rakyat Palestina. Kecaman demi kecaman dilontarkan, tetapi tindakan nyata untuk menghentikan kezaliman itu tidak tampak.
Lebih menyedihkan adalah melihat reaksi para pemimpin negeri muslim dunia yang seolah berhenti pada kecaman semata. Mereka memilih bersikap diam atau bahkan terlibat dalam diplomasi yang cenderung memperlambat langkah pembebasan Palestina. Alih-alih menggerakkan pasukan untuk membela tanah suci, nasionalisme menjadi penghalang yang membelenggu mereka dari membebaskan Palestina. Nasionalisme ini membuat mereka terfokus pada wilayahnya sendiri, melupakan bahwa umat Islam adalah satu tubuh, satu saudara.
Nasionalisme Pengkhianatan terhadap Saudara Muslim
Sikap diam atau hanya berhenti pada kecaman adalah bentuk pengkhianatan terhadap saudara seiman di Palestina. Ketika umat yang tidak memiliki kekuatan politik atau militer hanya bisa bersuara dari kejauhan, para pemimpin yang memiliki kekuasaan dan akses militer justru enggan bertindak nyata. Kondisi ini mengingatkan kita pada firman Allah SWT:
“Dan orang-orang yang kafir sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kalian (umat Islam) tidak melakukannya apa yang diperintahkan Allah (saling menolong), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar” (QS. Al-Anfal: 73).
Ayat ini menekankan pentingnya persatuan umat Islam dalam menghadapi musuh bersama. Namun sayangnya, para pemimpin yang memiliki otoritas dan pasukan enggan untuk memenuhi seruan ini, terperangkap dalam rasa takut kehilangan kekuasaan dan jabatan. Rasa cinta terhadap dunia membuat mereka memilih untuk tidak mengangkat senjata dan mempertahankan kehormatan tanah suci Palestina.
Nasionalisme yang mengakar kuat menghambat para pemimpin negeri-negeri Muslim untuk bertindak nyata. Mereka memilih untuk menutup telinga dan mata terhadap penderitaan saudara di Palestina, seolah-olah tanah itu bukan bagian dari umat Islam.