Oleh Suci Halimatussadiah
(Ibu Pemerhati Sosial)
Narkoba merupakan masalah mengakar yang sulit diatasi sampai saat ini. Kecanggihan teknologi tidak menjamin berhentinya obat terlarang ini beredar. Pengedar makin lihai memanfaatkan teknologi tersebut untuk melancarkan aksinya. Berbagai cara dilakukan agar barang tersebut dapat tumbuh subur dan bisa diedarkan dengan mudah.
Dikutip dari media online (radarbali.jawapos, 15/05/2024), sebuah vila ditemukan di kawasan Canggu, Badung Bali yang sudah dirombak total menyerupai pabrik produksi sabu dan pil setan. Kasus lainnya, sebagaimana dilansir (kompas, 30/04/2024), Polda Kepri juga baru pertama kalinya menggagalkan modus baru peredaran sabu cair menggunakan botol minuman kemasan dan kemasan teh Cina. Teknik peredaran yang digunakan juga makin praktis dan sulit diduga.
Permasalahan peredaran narkoba memang sudah mengakar dan sistemis. Oleh karenanya, wajar masalah ini tidak kunjung selesai, bahkan makin bertambah. Badan Narkotika Nasional (BNN) sekalipun, sulit memberantas narkoba jika langkah yang digunakan tidak menyentuh akar persoalan. Narkoba bagaikan virus yang menyebar, tidak bisa diatasi hanya dari satu sisi saja.
Sistem hukum dan sanksi yang lemah serta tidak konsisten berdampak pada tumbuh suburnya peredaran serta penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan sistem hukum saat ini, jerat pidana maksimal bagi pengedar narkoba adalah hukuman mati untuk menekan maraknya kejahatan narkoba.
Hal ini tidak sejalan dengan hukuman yang ditetapkan untuk pecandu narkotika dan pelaku penyalahgunaan narkotika, yakni pecandu tidak boleh dipandang sebagai pelaku tindak pidana, melainkan hanya sebagai korban yang cukup direhabilitasi sebagai bentuk alternatif hukuman. Kondisi inilah yang menjadikan para pengguna tidak jera untuk terus mengonsumsi narkoba. Akibatnya, pasar bagi obat terlarang ini akan tetap ada, bahkan cenderung membesar yang menghimpun banyak keuntungan bagi pebisnisnya.
Selain itu, ketidakhadiran agama dalam kehidupan, serta kentalnya paham sekularisme dan kebebasan, baik dalam sistem ekonomi, sosial, hukum, sanksi, pendidikan, dan media massa justru menjadikan masyarakat sebagai target yang cocok bagi tumbuh suburnya kemaksiatan, seperti penggunaan dan bisnis narkoba. Kebebasan bertingkah laku dan minimnya agama di tengah umat menjadikan individu kehilangan kontrol atas dirinya. Standar yang digunakan dalam bertingkah laku pun tidak lagi berkiblat pada halal dan haram, melainkan atas asas kebermanfaatan yang didasari pada hawa nafsu semata.
Berbagai kerusakan yang terjadi juga merupakan cerminan dari kualitas umat hari ini. Sistem pendidikan kapitalis hanya melahirkan generasi berilmu yang berfokus pada materi semata. Mereka memanfaatkan pengetahuan hanya sebatas penghasil cuan, tanpa memikirkan kemaslahatan umat.