Opini

Miris! Kejahatan Kian Meningkat Bukti Kapitalisme Merusak Cepat

199

 

Oleh Suci Halimatussadiah
Ibu Pemerhati Masyarakat

Dikutip dari media online ANTARA – Polisi menangkap pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) dan gangster di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat selama April hingga Mei 2024. 25 Mei 2024 juga terjadi curanmor dengan tersangka AH (34), SR (26) dan EP (37) yang juga memanfaatkan kunci motor yang tertinggal pada motor yang terparkir di pinggir jalan,” kata Kapolsek Sawah Besar Kompol Dhanar Dhono Vernandhie di Polres Metro Jakarta Pusat, Senin.(m.antaranews. Com, 3/6/2024)

Ramadan berlalu musim haji di depan mata. Namun, kondisi masyarakat terutama taraf kesejahteraannya justru kian menuju diambang keterpurukan. Harga kebutuhan hidup kian mencekik dari mulai beras, minyak, tahu tempe hingga daging dari lebaran hingga sekarang tidak stabil. Akibatnya kita bisa melihat masyarakat banyak yang mengalami kesulitan mencari penghidupan. Mirisnya justru kriminalitas kian meningkat. Gang motor yang berujung pembegalan hingga curanmor seakan tak berhenti mengganggu kenyamanan masyarakat. Rasa aman seolah mahal di negeri ini.

Jika kita telusuri fakta-fakta kejahatan saat ini kian meningkat. Bahkan Ramadan berlalu tak memberi efek terhadap perilaku masyarakat saat ini. Setidaknya ada dua alasan mengapa hal ini dapat terjadi. Tuntutan kebutuhan yang makin meningkat saat ini tak dibarengi dengan peningkatan pendapatan membuat sebagian orang menjadi gelap mata dan menghalalkan segala cara. Aksi nekat pelaku kejahatan dapat terjadi karena lemahnya iman. Para pelaku tidak lagi memedulikan dampak dari perbuatannya.

Inilah akibat diterapkannya sistem kehidupan kapitalisme sekuler. Dalam sistem ini, akibat dominasi para pemilik modal, kekayaan negeri ini banyak dikuasai oleh segelintir orang (para kapitalis). Hidup bagaikan di hutan rimba, hanya yang mampu bersaing yang dapat bertahan. Sayangnya, persaingan ini menjadi tidak adil karena faktor-faktor produksi banyak dikuasai oleh kalangan atas. Akhirnya rakyat hanya bisa gigit jari. Kasus korupsi yang viral belakangan ini menunjukkan hal itu.

Jika bukan karena adanya lobi dengan penguasa, bagaimana mungkin seorang pengusaha biasa bisa mempunyai kehidupan mewah dan bergelimang harta? Miris, ternyata korupsilah jawabannya, bahkan angkanya sangat fantastis mencapai Rp271 triliun. Seandainya nominal tersebut dibagikan kepada 271 juta jiwa penduduk Indonesia maka setidaknya setiap kepala berhak mendapat 1 juta rupiah.

Bukan hanya itu saja, di tengah kehidupan yang makin mengimpit karena naiknya kebutuhan saat ini ternyata tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan. Menghadapi hal ini penguasa membiarkan rakyat berjibaku sendiri dalam berbagai himpitan ekonomi. Bak anak ayam yang tidak memiliki induk, padahal jelas-jelas, penguasa inilah induk yang seharusnya mengurusi urusan rakyatnya.

Jangan tanya soal keimanan jika perut sudah lapar. Seharusnya jika ada rakyat yang melakukan tindakan kejahatan, yang pertama kali ditanya adalah, apakah tetangganya ada yang peduli? Selanjutnya, apakah negara sudah memerankan fungsinya sebagai pelayan rakyat? Yang terjadi justru sebaliknya. Banyak masyarakat yang abai terhadap penderitaan orang lain karena sudah terpengaruh oleh paham individualisme. Negara pun tidak hadir ketika rakyat berteriak kelaparan. Memang, ada juga yang melakukan kejahatan karena tuntutan gaya hidup, yang seperti ini layak mendapat hukuman tegas.

Inilah karakter sistem buatan manusia, sistem yang lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Sistem ini banyak borok di sana-sini. Jika pun tampak ada kebaikannya, tidak jarang, kebaikan tersebut sarat dengan kepentingan sekelompok orang.

Exit mobile version