Harga minyaKita melangit, rakyat kembali menjerit, itulah yang dialami oleh masyarakat saat ini. Padahal, negeri ini mempunyai sumber daya alam yang melimpah, salah satunya kelapa sawit. Sayangnya, pengelolaan ekonomi yang kapitalistik telah menyebabkan negara tidak berperan sebagaimana mestinya. Pengelolaan sumber daya alam lebih banyak diserahkan kepada swasta, imbasnya rakyat yang menderita.
Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng ini harganya naik dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter. Kenaikan ini diumumkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran Nomer 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat. Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat bingung atas alasan Kemendag, harga eceran minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah. (liputan6.com)
Merujuk kepada laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), stok awal CPO pada januari 2024 sebesar 3,146 juta ton. Dari jumlah produksi itu, konsumsi dalam negeri mencapai 1,942 juta ton, sementara jumlah ekspor mencapai 2,802 juta ton. Menurutnya, minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat. Karena itu, negara seharusnya mengintervensi keadaan melalui kebijakan agar harga bisa turun. Salah satunya, dia menyarankan dengan membereskan jalur distribusi. (bisnis.tempo.co)
Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme
Banyak masyarakat mengeluhkan, kenaikan minyak goreng ini, khususnya masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, mulai dari pedagang, konsumen, dan pelaku UMKM. Bagi konsumen rumah tangga, pengeluaran mereka akan bertambah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, padahal masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Bagi pedagang dan pelaku UMKM, bisa kehilangan konsumen dan pendapatannya menurun akibat tingginya modal dagang dan biaya produksi.
Keadaan ini perlu di evaluasi, mengapa masyarakat sulit mendapatkan minyak goreng padahal negeri ini termasuk penghasil sawit terbesar di dunia? Tak bisa dipungkiri ada kesalahan tata kelola pangan di negeri ini, dan selama negara menggunakan sistem ekonomi kapitalisme dalam mengatur urusan negara dan rakyat, maka kondisinya tidak akan berubah. Karena, segala kebijakan pangan yang dikeluarkan penguasa, seluruhnya lahir dari sistem ekonomi kapitalisme. Sistem kapitalisme menjadikan negara lepas tangan dalam kebutuhan pangan rakyatnya, termasuk minyak goreng. Negara menyerahkan pengurusannya dari mulai sektor hulu/produksi hingga sektor hilir/distribusi kepada pihak korporasi. Sementara, negara bertindak sebagai regulator yang menjamin bisnis yang kondusif bagi para korporat. Ketika negara tidak berperan, pihak swasta leluasa menguasai rantai produksi hingga distribusi.
Kondisi ini dengan mudah dimanfaatkan pihak swasta untuk menyetir harga pasar demi mendapatkan keuntungan. Alhasil, harga minyak melangit, di tengah kebutuhan rakyat yang juga melejit. Hati nurani penguasa telah hilang, imbas diterapkannya sistem kapitalisme yang sudah cacat sejak kelahirannya. Masihkah umat berharap kepada sistem ini?
Pandangan Islam
Berbeda dengan sistem Islam. Prinsip kepemimpinan dalam Islam adalah pengaturan hajat hidup rakyat berada di bawah kendali pemerintah. Sebab, pemimpin adalah yang mengatur seluruh urusan rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus. Sementara paradigma dalam mengurus rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis atau keuntungan. Islam memandang pemenuhan kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara dengan berbagai mekanisme sesuai syariat. Oleh karena itu, minyak goreng sebagai kebutuhan pangan rakyat akan dipenuhi oleh negara negara.
Negara tidak boleh menyerahkan pengurusan pemenuhan kebutuhan minyak goreng ini kepada pihak swasta. Langkah-langkah yang akan dilakukan oleh negara antara lain:
Pertama, menjaga pasokan produksi dalam negeri dengan memberi support bagi para petani sawit dalam mengelola lahan dan memudahkan petani sawit mendapatkan lahan. Selain itu, negara akan menunjang sarana dan infrastruktur pertanian yang memadai. Bahkan, negara menjadikan sektor pertanian produktif dengan kemudahan petani mengakses modal bertani.