Oleh Ummi Nissa
Pegiat Literasi
Rabiulawal merupakan bulan yang istimewa bagi kaum muslim di seluruh dunia. Pasalnya, bulan ini adalah momentum kelahiran Nabi Muhammad saw., sebagai manusia pilihan Allah, insan agung pembawa risalah Islam yang diutus Allah Swt. untuk seluruh umat manusia dan sebagai rahmat bagi semesta alam.
Selain itu, Rasulullah saw. juga merupakan uswah hasanah (teladan terbaik) dalam beragam aspek kehidupan yang wajib untuk diikuti umatnya, termasuk menjadikannya sebagai role model dalam kepemimpinan di tengah umat. Sehingga, meneladani Rasulullah saw. secara totalitas adalah bukti kecintaan kepadanya.
Sayangnya, realitas saat ini umat Islam tengah mengalami krisis kepemimpinan. Tidak sedikit umat Islam justru meneladani dan memberikan penghormatan pada pemimpin yang non-muslim. Buktinya kunjungan pemimpin Gereja Katolik dunia ke Indonesia beberapa waktu lalu, mendapat sambutan yang luar biasa dari umat Islam. Bahkan ada salah satu pejabat yang menyampaikan kesederhanaan hidup peminpin Umat Katolik tersebut patut untuk dicontoh.
Padahal, jika kita menyimak pidatonya di istana negara, bagaimana ia menuntut komitmen para pemimpin negeri ini dalam menangani ekstrimisme (Islam) melalui narasi kerukunan, kemajemukan, dan perdamaian. Hal ini tentu semakin menguatkan penerapan moderasi beragama di negeri yang mayoritas muslim ini. Atas nama toleransi penguasa dan juga pendukung moderasi mempertontonkan ketundukkan dan penghormatan dengan berbagai seremonial yang mencampuradukan ajaran Islam dengan nonmuslim. Hal inilah yang menegaskan kedudukan Indonesia di dunia hanya sebagai negara follower (pengekor) yang mengikuti apapun titah tuannya. Negara pun kehilangan wibawa dan fungsinya sebagai penjaga akidah umat.
Selain itu, krisis kepemimpinan juga tampak dari banyaknya masalah yang membelit bangsa ini, mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, hukum, hankam, dan sebagainya. Munculnya fenomena politik dinasti baik di pusat maupun daerah, serta terjadinya berbagai drama politik saat pilpres dan pilkada, menunjukkan lemahnya kepemimpinan pada bidang perpolitikan.
Menguatnya cengkeraman oligarki dalam kekuasaan, menjadikan kebijakan penguasa hanya memuluskan kepentingan para kapitalis. Sumber kekayaan alam yang sejatinya milik rakyat diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta dan asing dengan dalih investasi. Sementara pajak yang terus meningkat membuat beban rakyat kian hari semakin berat.
Krisis kepemimpinan yang terjadi saat ini tidak lepas dari pengaruh menguatnya sistem sekulerisme di Indonesia. Terlebih dengan adanya pengarusan moderasi beragama, umat Islam menjadi semakin jauh dari pemahaman Islam secara mendalam dan menyeluruh. Sistem sekulerisme yang diterapkan saat ini telah menjadikan negeri ini kehilangan role model kepemimpinan Islam, padahal mayoritas penduduknya muslim.