Oleh : Jihan Fadhilah S.T
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Dalam rangka memperingati Hari AIDS Sedunia 2024, Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan menggelar acara “Yuk Tes HIV Gratis” di Halaman SMP Nasional KPS pada 1 Desember 2024. Acara ini mengusung tema “Hak Setara untuk Semua, Bersama Kita Bisa” dan bertujuan meningkatkan kesadaran serta akses layanan kesehatan bagi Orang dengan HIV (ODHIV).
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Hasnah Haerani, mewakili Kepala Dinas Kesehatan Alwiati, menyatakan bahwa tema ini menekankan pentingnya memperjuangkan hak-hak ODHIV, termasuk akses universal terhadap layanan kesehatan seperti tes HIV, pengobatan ARV (antiretroviral), serta dukungan sosial. (balpos, 2/12/24)
Dikutip dari situs WHO, Hari AIDS Sedunia 2024 mengangkat tema “Take the Rights Path: My Health, My Right!”. Pada Hari AIDS Sedunia 2024, WHO mengajak para pemimpin dan warga dunia untuk memperjuangkan hak atas kesehatan dengan mengatasi kesenjangan yang menghambat kemajuan dalam mengakhiri AIDS.
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sering kali dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat di tempat tinggalnya. Isolasi sosial dan penolakan juga terjadi di berbagai bidang aktivitas masyarakat (seperti pendidikan, dunia kerja, dan pelayanan kesehatan). Realitas ini dianggap sebagai salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Namun, hal itu sejatinya reaksi sosial yang wajar mengingat HIV/AIDS memang penyakit berbahaya. Meski demikian, HIV/AIDS bukanlah kasus yang berdiri sendiri atau muncul begitu saja. Di balik terjadinya kasus HIV/AIDS ada beragam faktor penyebab yang mayoritasnya adalah seks bebas. Di antara sebab penularannya pun berawal dari aktivitas-aktivitas negatif seperti bergonta-ganti pasangan seksual, hubungan seksual sejenis, juga pemakaian jarum suntik narkoba secara bergantian.
Faktor penyebab atau penunjang munculnya kasus HIV/AIDS nyatanya memang berbagai aktivitas yang layak menjadi musuh sosial. Hanya saja, masyarakat memang harus diedukasi dengan lebih baik sehingga mereka menyadari bahwa kasus HIV/AIDS terkait dengan banyak hal lain di luar faktor medis/kesehatan. Untuk itu, fenomena HIV/AIDS tidak cukup diselesaikan hanya sekadar fokus pada aspek kesehatan sebagai dalih atas adanya stigma dan diskriminasi pada ODHA. Stigma dan diskriminasi dalam mendapatkan layanan kesehatan hanyalah faktor di permukaan saja.
HAM selama ini acapkali menjadi alibi terkuat untuk menepis stigma terhadap perilaku seks bebas dan LGBT. Seks bebas diposisikan sebagai aspek individualisme yang menjadi jargon besar pemikiran sekuler yang lahir dari ideologi kapitalisme. Jelas, perjuangan atas nama HAM yang mereka dengungkan selama ini sejatinya hanyalah omong kosong besar agar ide busuk mereka dapat selalu terkemas manis dan terus tersebar untuk menghancurkan generasi, terkhusus di negeri-negeri muslim.
Hari ini, banyak istri yang tertular AIDS dari suaminya yang berperilaku seks bebas, baik dengan pasangan perempuan maupun laki-laki. Ketika istri ini hamil, ia lantas menularkan pada bayinya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%, lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya, seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
Oleh karenanya, jelas bahwa membangun perilaku seksual yang sehat sejak dini tidak akan bisa menjadi solusi selama berbagai kejahatan seksual tidak diselesaikan. Juga selama berbagai bentuk pornografi dan pornoaksi masih bergentayangan di sekitar anak, serta selama masih ada pandangan umum yang salah di tengah masyarakat bahwa seks adalah hak asasi manusia yang tidak bisa dilarang.
Dengan demikian, persoalan AIDS tidak bisa diselesaikan secara individu karena ini adalah persoalan sistemis. Sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan hari inilah yang membuat pengaturan segala urusan dijauhkan dari agama sehingga semua masalah itu muncul dan tidak mendapat solusi yang tepat. Penerapan sistem sekuler ini yang akhirnya memunculkan liberalisasi seksual yang menyebabkan siapa pun bebas melakukan perilaku seksual yang salah dan menyimpang, bahkan mendapatkan jaminan perlindungan dari negara.