Opini

Menyoal Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR

262

Oleh : Raodah Fitriah, S.P

Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga, kebijakan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR periode 2024-2029 tidak memiliki perencanaan, mengingat besarnya pemborosan anggaran atas tunjangan tersebut (Kompas.com 11/10/2024).

Pengalihan Rumah Jabatan menjadi Tunjangan

Hal ini menuai pro kontra, sebagaimana peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Seira, mengatakan bahwa tunjangan ini dinilai sangat boros dan tidak pro pada kepentingan publik. Memakan anggaran berkisar dari 1,36 hingga 2,06 triliun rupiah dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Langkah ini akan mempersulit pengawasan, juga dapat berdampak pada penyalahgunaan karena akan dimasukkan dalam komponen gaji (Tirto.id, 12/10/2024).

Anggota dewan periode sebelumnya, meski telah diberi berbagai tunjangan namun nyatanya tidak bekerja untuk rakyat sebagai penyalur aspirasi rakyat. Mereka hanya bekerja untuk melanggengkan kekuasaan penguasa dan pengusaha. Tidak berpihak pada rakyat bahkan berbalik melawan keinginan rakyat.

Masih hangat terasa berbagai polemik yang terjadi seputar aktivitas legislasi periode sebelumnya, seperti pengesahan UU Cipta Kerja, RUU Dewan Pertimbangan Presiden dan RUU Kementerian Negara. Rakyat menjerit menolak adanya UU Cipta Kerja, namun justru DPR mengesahkan. Dalam kesempatan lain proses legislasi DPR berjalan sangat dramatis, yakni menganulir keputusan MK terkait RUU Pilkada dalam waktu satu hari, yang disinyalir demi menjaga eksistensi penguasa dan pihak-pihak tertentu.

Bak langit dan bumi, ketika anggota DPR memperoleh berbagai tunjangan, namun para pekerja/buruh yang merupakan menjadi kalangan mayoritas justru banyak yang belum memiliki rumah. Masih ditambah pula dengan beban iuran rumah melalui kebijakan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Sugguh ironis, ketika keputusan para wakil rakyat justru membuat rakyat makin susah hidupnya.

Kebijakan ini juga tidak mempertimbangkan kondisi negara dengan utang luar negeri yang membengkak 787.5 triliun, yang terus mengalami peningkatan 9 tahun terakhir ini. Selain itu kondisi perekonomian sangat mengkhawatirkan hingga terjadi deflasi berturut-turut 5 bulan terakhir, yakni dari Mei hingga September 2024, dan termasuk yang terparah sejak krisis pada tahun 1999. Faktor penyebabnya adalah deflasi, pemutusan hubungan kerja dan sektor manufaktur melemah. Sangat tidak wajar memberikan berbagai fasilitas untuk anggota DPR padahal kondisi rakyatnya sangat mengkhawatirkan. Apakah tunjangan ini pantas diberikan?

Potret Buruk Demokrasi

Exit mobile version