Oleh Umi Lia
Member Akademi Menulis Kreatif
Munculnya wacana mengganti susu sapi dengan susu ikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari presiden terpilih Prabowo Subianto, tengah ramai diperbincangkan. Sejumlah media asing menyoroti rencana tersebut, di antaranya koran asal Singapura The Straits Times yang menulis bahwa susu dari protein ikan sudah lama menjadi inovasi pemerintah Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya hilirisasi produk perikanan. Namun tidak sedikit yang mengkritik bahwa asupan pengganti itu kurang baik bagi anak-anak karena kadar gulanya yang tinggi. Manfaatnya pun kurang terbukti secara ilmiah.
Sebuah surat kabar asal Australia The Sydney Morning juga menulis bahwa upaya mengganti menu susu sapi dengan susu ikan ini dilakukan demi menekan anggaran yang bengkak. Pertanyaannya, benarkah demikian? Apakah memiliki nilai gizi dan nutrisi yang sama dengan susu sapi? Padahal ada opsi lain sebagai pengganti susu yaitu telur, demikian diungkap Burhanudin Abdullah, Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto. (cnnindonesia.com, 13/9/2024)
Menurut ahli ilmu dan teknologi susu, dosen Fakultas Peternakan IPB, Epi Taufik, susu ikan seharusnya berasal dari jenis mamalia laut. Sementara itu susu ini yang dikenalkan sebagai alternatif minuman bergizi merupakan produk ekstraksi protein, bukan hasil memerah. Lebih lanjut Epi mengatakan, hidrolisis enzim protein membutuhkan biaya mahal, proses panjang dan pemanasan bersuhu tinggi untuk menghasilkan bubuk HPI (Hidrolisis Protein Ikan). Berpotensi mengurangi kandungan vitamin dan nutrisi, ia menyarankan mengonsumsi ikan secara langsung atau olahannya, selain harganya murah dan kandungan gizinya pun baik bagi anak.
Terkait program MBG ini, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengindikasikan adanya pelebaran defisit anggaran tahun 2025 menjadi 2,45 hingga 2,8 persen atau naik dari defisit 2024. Salah satu penyebabnya adalah untuk melaksanakan program di atas yang diperkirakan menelan biaya Rp450 triliun setahun.
Untuk program tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan telah membangun percontohan pabrik pengolahan HPI di Pekalongan, Jawa Tengah. Sebelumnya Menteri Koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa program makan gratis untuk anak adalah bentuk investasi sumber daya manusia, sehingga diharapkan tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang kekurangan gizi.
Kebijakan MBG sejatinya telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya negeri ini masih gagal mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan di tengah sumber daya yang melimpah. Oleh karenanya muncul berbagai masalah kesehatan yang cukup serius seperti stunting, gizi buruk dan sebagainya. Kegagalan ini dijawab dengan program MBG. Dari sini terlihat bahwa negara tidak menyelesaikan akar persoalan, akan tetapi menawarkan solusi tambal sulam.