Opini

Menyoal Pembangunan Industri Parawisata

184
×

Menyoal Pembangunan Industri Parawisata

Sebarkan artikel ini

Padahal kota yang ideal menurut standar Islam yaitu kota yang dapat menjaga aqidah seorang muslim, serta menjamin kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Alih-alih sibuk membangun infrastruktur.
Faktanya masih banyak warga miskin di kota Bandung yang tidak mendapat perhatian sama sekali, pertanyaan-nya, apakah dengan bertambahnya pendapatan daerah lalu serta merta membuat warganya sejahtera? Jawaban nya tentu saja jauh panggang dari api. Mereka ini yang diamanahi untuk mengurus rakyat, malah sibuk memntingkan kepentingan-nya sendiri. Sungguh sangat di sayangkan.
Kabar buruknya, dengan mengguritanya pembangunan wisata di kota Bandung ini berdampak krisis pada lingkungan, misalnya kegiatan wisata alam dan bisnis kuliner seringkali terdapat ketidak seriusan dalam manajemen pengelolaan usahanya,hal ini menimbulkan banyak sampah yang tidak dikelola dengan baik, sehingga tidak sedikit menyebabkan pencemaran lingkungan, lebih buruknya sampah ini dibuang ke anak sungai yang berada di kawasan tersebut, hal ini dapat memperbesar peluang terjadinya bencana hidrometerologis. Setiap musim hujan, bencana longsor dan banjir bandang kerap terjadi di kota Bandung.

Maka seharusnya Pemkot Bandung serta provinsi dapat lebih bijak dan melakukan evaluasi agar stop memberi izin kepada pihak “ber-uang” untuk membangun usaha dan pembangunan infrastruktur yang kurang bermanfaat dan jangan terlalu berlebihan dalam mengambil keuntungan di atas kerugian rakyat. Selain dari itu tak dapat dipungkiri bahwa sektor pariwisata juga dekat dengan kemaksiatan bila tidak dikelola mengikuti aturan yang ditetapkan syariat, sehingga selain dari dampak kerusakan lingkungan juga kemungkinan terjadi kerusakan Aqidah dan Akhlak manusia bila pengelola pariwisata hanya memikirkan keuntungan semata. Hal ini telah diperingatkan oleh baginda Rasulullah Saw. Dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda “celakalah orang-orang yang melampaui batas” (HR Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad).

Kenapa Allah melarang demikian karena tentu hal yang berlebihan akan mendatangkan lebih banyak kemudharatan. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *