Sebagai representasi penerapan syariat Islam, negara memiliki strategi dalam penanganan bencana, termasuk gempa bumi. Mengutip pendapat pakar geospasial Prof. Ing. Fahmi Amhar, pada era kekhalifahan di Turki. Untuk mengantisipasinya, maka dilakukan dengan membangun gedung-gedung yang tahan terhadap guncangan.
Sinan, seorang arsitek yang dibayar Sultan Ahmet untuk membangun masjid yang berseberangan dengan Aya Sofia, membangunnya dengan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh dan pola-pola lengkung berjenjang yang dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata.
Masjid lainnya pun dibangun di atas tanah yang menurut penelitiannya pada saat itu cukup stabil. Gempa-gempa besar di atas 8 SR yang terjadi di kemudian hari terbukti tidak menimbulkan dampak yang serius, sekalipun banyak gedung modern di Istanbul yang justru roboh.
Dengan demikian, bencana alam akan selalu diantisipasi terlebih dahulu dengan upaya maksimal. Kepemimpinan Islam akan memberikan perhatian besar untuk menyediakan fasilitas umum yang mampu melindungi rakyat dari berbagai musibah. Mereka membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, juga membangun bunker sebagai cadangan logistik. Mempersiapkan masyarakat agar tanggap darurat.
Islam, memiliki tatacara yang efektif agar masyarakat selalu siap menghadapi situasi apapun. Negara harus melakukan cara mengevakuasi diri dengan cepat, menyiapkan barang-barang yang vital selama evakuasi, mengurus korban yang wafat, dan merehabilitasi diri pasca kondisi darurat. Hal ini harus dilakukan mengingat kedudukannya sebagai pengurus rakyat. Rasulullah saw. bersabda:
“Imam adalah raa’in, dan kelak akan diminta pertanggung jawaban di akhirat terhadap kepengurusannya.” (HR. Muslim)
Seorang pemimpin harus bersikap tanggap darurat dan memahami betul apa saja yang harus dikerjakan dalam situasi normal maupun genting. Mitigasi bencana membutuhkan paradigma dan tata kelola yang tepat sasaran, pun bersih dari motif kepentingan, terutama keuntungan segelintir pihak seperti halnya dalam sistem kapitalisme saat ini.
Dalam penanganan bencana, syariat hanya menujukannya untuk kepentingan rakyat sehingga sangat memungkinkan untuk meminimalisasi dampak yang terjadi. Peran negara akan mulai dilakukan baik sebelum bencana (preventif dan mitigasi), maupun setelahnya. Namun semua itu baru akan terwujud ketika sistem Islam tegak.
Maka kini saatnya menghadirkan kepemimpinan sahih tersebut, yang akan mewujudkan ketentraman dan keberkahan bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bish-Shawwab