Oleh Ummu Fatimah, S.Pd
Vonis ringan yang diterima Harvey Moeis yang hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara terkait kasus korupsi timah menyita perhatian semua kalangan termasuk rakyat biasa. Bagaimana tidak, uang negara yang digarong jumlahnya tidak tanggung-tanggung tapi hukuman yang didapatkan dinilai sangat ringan.
Sebenarnya dengan presiden baru dan pemerintahan yang baru rakyat menitipkan harapan lebih terhadap peningkatan kinerja penegak hukum. Tetapi vonis yang diberikan terhadap Harvey menepis harapan tersebut. Belum lagi munculnya wacana pemberian pengampunan kepada para koruptor yang bersedia mengembalikan hasil curian mereka ke negara. Ditambah aroma politisasi dan tebang pilih beberapa penangganan kasus korupsi, membuat rakyat makin sangsi, keadilan hanya angan, negara bersih tanpa korupsi hanya mimpi.
Hilangnya Keadilan
Masih ingat cerita nenek Asyani dengan batang kayu jati, kemudian nenek Minah dengan tiga buah kakao yang dulu pernah menyita perhatian kita. Hukuman yang diterima nenek ini jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman para koruptor. Padahal barang yang mereka ambil nilai ekonominya jauh lebih kecil dibandingan dengan uang yang digarong para tikus berdasi. Sungguh, hukuman yang diberikan kepada para koruptor sangatlah ringan.
Adanya wacana amnesti bagi koruptor yang mau mengembalikan kekayaan negara menghilangkan rasa keadilan. Padahal penanganan kasus pencurian yang dilakukan rakyat biasa garangnya luar biasa, dari mulai diperiksa sudah dipukuli sampai babak belur, bahkan ada yang sampai kehilangan nyawa. Tapi berbeda dalam kasus korupsi, kok terasa istemewa ya. Dari mulai pemeriksaan sampai dengan pemberian hukuman semua berbeda. Fasilitas dipenjara pun juga berbeda. Adilkah?
Pemberian perlakauan yang berbeda tentu akan memberikan angin segar bagi siapapun untuk semakin berani, mencari celah, mencari cara untuk bisa mengarong uang yang bukan hak mereka. Akan banyak juga lahir jasa “cuci uang” untuk menghilangkan jejak uang yang mereka gelapkan.
Inilah wajah negara yang diatur dengan sistem demokrasi kapitalisme. Sistem politik demokrasi meniscayakan perlindungan kepada para koruptor pasalnya praktek politik demokrasi begitu mahal. Banyak yang berusaha mencari dan mengembalikan modal. Bisa jadi wacana amnesti merupakan upaya melindungi aktivitas mereka atau melepaskan mereka dari sanksi.
Selama sistem demokrasi kapitalisme eksis sebagai sistem kepemimpinan, masyarakat hanya akan menelan kegetiran karena kebijakan bisa dipastikan berpihak kepada penguasa dan pengusaha.
Hukum Islam Untuk Koruptor
Berbeda halnya ketika sistem Islam yang dijadikan sandaran. Aturan halal haram, benar salah, terpuji dan tercela sangat jelas sebagai pedoman.
Islam telah menetapkan korupsi termasuk perbuatan khianat, karena pelaku korupsi melakukan penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepadanya. Dengan demikian korupsi hukumnya haram, pelakunya berdosa karena telah melakukan kemaksiatan.