Oleh: Hamsina Halisi
Hari Anak Nasional kembali diperingati. Tema HAN kali ini sama seperti tahun sebelumnya, yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Puncak Hari Anak Nasional diselenggarakan di Jayapura, Papua pada Selasa (23/7/2024). Papua dipilih sebagai lokasi pelaksanaan agar kemeriahan perayaan HAN juga dapat dirasakan oleh anak-anak di daerah terpencil dan terluar.
Sementara itu, KemenPPPA bekerjasama dengan pemerintah DKI Jakarta juga mengadakan Festival Ekspresi Anak di Ancol, Jakarta. Adapun acara yang diselenggarakan dengan mengangkat tema “Anak Cerdas, Berinternet Sehat”. Festival ini dihadiri oleh sekitar 1000 yang terdiri dari perwakilan forum anak dari 38 provinsi, anak-anak DKI Jakarta dan anak-anak dari perwakilan kelompok khusus penerima program.
Menariknya lagi, ada enam subtema penting dalam peringatan yang diusung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Di antara enam subtema yang dipilih adalah “Suara Anak Membangun Bangsa”, “Anak Cerdas Berinternet Sehat”, “Pancasila di Hati Anak Indonesia”. Kemudian, “Anak Pelopor dan Pelapor”, “Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerjaan Anak, dan Stunting”, dan “Digital Penting”.
Dikutip dari rri.co.id, Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar mengatakan, tahun ini pemerintah berkomitmen untuk lebih banyak mendengar suara anak karena sepertiga penduduk Indonesia berusia anak. Sehingga, dalam subtema HAN 2024 salah satunya mengangkat tema “Suara Anak Membangun Bangsa”.
Hari Anak, Persoalan Anak
Setiap tahun peringatan hari anak diselenggarakan. Berbagai tema diusung sebagai upaya agar hak-hak anak dapat terpenuhi, seperti kesejahteraannya, keamanannya, kesehatannya, serta pendidikannya. Sebab, anak merupakan salah satu aset bangsa yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa serta generasi penerus peradaban.
Namun, ada kekhawatiran jika peringatan Hari Anak Nasional ini hanya sekadar seremonial belaka, mengingat persoalan anak yang kian karut-marut tanpa solusi komprehensif dari pemerintah. Untuk itu, peringatan hari anak kali ini seharusnya membahas hal-hal penting terkait persoalan anak dan tentunya harus menyentuh akar persoalan. Jika persoalan anak tidak menyentuh pada akar masalah, maka penyelesaiannya pun akan menimbulkan persoalan baru.
Kita bisa melihat sendiri bagaimana tingginya angka kasus kekerasan seksual pada anak dari tahun ke tahun tak kunjung menemui solusi. Tingginya angka kasus kekerasan seksual pada anak ini kerap terjadi, baik dalam ingkungan keluarga masyarakat, maupun sekolah.
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) PPA (2024) menunjukkan, dari total kasus yang tercatat sepanjang tahun 2023, kasus kekerasan anak terbanyak terjadi di lingkup rumah tangga yakni sebesar 51,41 persen. Sementara, lingkungan sekolah menempati angka kedua teratas dalam data tersebut. Belum lagi kasus-kasus serupa yang belum terungkap di ranah publik.
Selain kasus kekerasan seksual, kini maraknya judi online (judol) menjangkiti remaja hingga merambah ke pinjaman online (pinjol). Mirisnya lagi, dari 4 juta jiwa yang kecanduan judol, 80 ribu di antaranya adalah remaja. Nauzubillah min dzalik.
Meskipun judol tidak memiliki dampak negatif terhadap kesehatan selayaknya narkoba, tetapi kecanduan judol tak bisa dianggap permasalahan sepele. Pasalnya, kecanduan judol berefek pada gangguan psikologis dan merusak mental. Apalagi bagi remaja, tentu kehidupannya akan rusak dan masa depannya akan suram akibat dampak negatif dari judol.
Demikian pula stunting, masih menjadi persoalan serius di negeri ini. Meskipun pemerintah menargetkan zero stunting pada tahun 2030, dengan penurunan Stunting diangka 14 persen harus dicapai di tahun 2024 ini, namun solusi yang ditawarkan belum sampai ke titik penyelesaian. Sebab, tingginya angka kemiskinan di negeri ini masih pula menjadi persoalan yang cukup genting. Begitu komplikatifnya persoalan anak. Namun, pemerintah sama sekali belum memperlihatkan keseriusannya untuk solusi atas persoalan anak ini.