By: Wulan
Memasuki tahun Pilkada serentak yang akan digelar pada bulan November ini, riuh dinamika politik mulai terasa dengan hadirnya pasangan calon kepala daerah di berbagai wilayah daerah.
Pemilu merupakan peristiwa yang sangat penting dalam negara demokrasi. Pemilu bukan hanya soal “partai demokrasi” yang kerap dicalonkan. Apalagi, pemilu merupakan motor penggerak yang menentukan nasib rakyat dan pemerintahannya lima tahun ke depan.
Pemilihan Umum Gubernur Jawa Timur 2024 dilaksanakan pada 27 November 2024 untuk periode 2024-2029. Anggaran Pilkada Serentak 2024 ditaksir lebih dari Rp 41 triliun. Jumlah ini dihitung berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 8 Juli 2024. Angka ini bersumber dari besar anggaran yang telah disepakati pemerintah daerah (pemda) dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) Pilkada 2024 masing-masing bersama KPU, Bawaslu, TNI, dan kepolisian setempat.
Pemilu yang bersih dari kecurangan dan praktek-praktek transaksional, benar-benar mengantarkan amanah segenap warga bangsa merupakan dambaan kita semua. Namun, ada bahaya besar yang selalu mengintai pemilu kita. Bahaya itu adalah suap menyuap atau lebih dikenal dengan politik uang.
Ada banyak kekisruhan mengiringi proses pilkada di berbagai daerah. Di antaranya mobilisasi Kades untuk memilih paslon tertentu, praktek suap, juga janji masuk surga dll.
Rakyat menjadi korban dari proses pemilihan kepala daerah dalam sistem demokrasi, yang sejatinya hanya menguntungkan kepentingan tertentu/ oligarki. Padahal biaya yang digunakan adalah uang rakyat, dan rakyat justru mendapatkan banyak persoalan dari proses tersebut (terpecah belah, konflik horizontal, tidak terwujud kesejahteraan).