Oleh Opi Ummu Shofwan
Aktivis Dakwah
Beban rakyat di negeri ini terus menerus meningkat, di mana rakyat dipaksa untuk hidup susah dengan berbagai pembayaran pajak, salah satunya adalah pajak kendaraan bermotor. Seperti yang dilaporkan oleh Korlantas POLRI bahwa dari total 165 juta kendaraan terdaftar baru baru ini, yang melakukan perpanjangan STNK 5 tahunan tidak sampai setengahnya. Ini berarti angka penunggak pajak masih besar, dan alasan inilah yang mendorong Korlantas POLRI memerintahkan tim pembina Samsat untuk mendatangi rumah pemilik kendaraan yang menunggak pajak tersebut, guna mengingatkan kewajiban nya mengenai pajak yang harus dibayar. Cara lain yang ditempuh adalah dengan penegakan hukum yang disiapkan agar masyarakat lebih tertib membayar pajak. Selain agar masyarakat lebih patuh dalam membayar pajak, langkah ini diambil dalam rangka mempermudah Korlantas untuk mendapatkan data kendaraan yang lebih valid (Oto.detik.com).
Disisi lain, adanya kemudahan pada pengusaha raksasa yang juga memiliki kewajiban membayar pajak, menunjukkan adanya perlakuan yang berbeda dari pemerintah. Misalnya, adanya pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil listrik impor, yang diberlakukan pada tanggal 15 Februari 2024 lalu (www.cnbcindonesia.com). Tak hanya itu, dengan alasan untuk menarik investasi dari para pemilik modal, fasilitas tax holiday akan diperpanjang hingga 31 Desember 2025 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 69 tahun 2024 tentang perubahan atas PMK no 13/PMK.010/2020 (www.menpan.go.id).
Di dalam sistem kapitalis, pajak dijadikan salah satu sumber utama pendapatan negara. Sehingga pembangunan negara sangat bergantung dari pajak tersebut. Efeknya ketika banyak rakyat yang tidak taat membayar pajak dijadikan alasan oleh para pemangku kekuasaan ketika macetnya pembangunan atau minimnya pelayanan yang diberikan kepada rakyat. Padahal faktanya, pembangunan tersebut sebagian besar tidak banyak memberi pengaruh nyata untuk kesejahteraan rakyat secara menyeluruh, hanya segelintir orang saja yang dapat merasakannya yakni para oligarki dan pemangku kekuasaan.
Kemudian, rakyat disodorkan pada fakta korupsi yang tiada habisnya di tengah kenaikan pajak yang terjadi di berbagai lini dan kebijakan mengenai para penunggak pajak. Hal ini menjadi bukti nyata, bobroknya sistem kapitalisme yang berasaskan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang telah gagal membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Dan ini menunjukkan, bahwa penerapan sistem kapitalisme, akar persoalan pajak ini, bukan yang lain.