Oleh: Ustadzah Roslina sari
(Aktivis Muslimah Deli Serdang ).
Sungguh miris. Potret generasi muda hari ini makin mengkhawatirkan. Indonesia darurat kesehatan dan kerusakan mental remaja. Hal ini merupakan kondisi mendesak, dibutuhkan solusi tuntas dan totalitas agar masalah ini terpecahkan dengan sempurna.
Dilansir dari JAKARTA, KOMPAS — Identitas remaja yang diduga bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi, Selasa (22/10/2024), hingga kini masih ditelusuri. Terlepas dari siapa sosoknya dan apa pun motifnya, insiden remaja bunuh diri ini memberikan gambaran adanya problem kerapuhan mental generasi muda.
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Di balik layar kehidupan sosial media yang tampak sempurna, tersimpan jeritan diam yang tak terdengar. Krisis kesehatan mental pada remaja Indonesia semakin mengkhawatirkan, menjadi ancaman serius bagi generasi penerus bangsa.
Data Badan Pusat Statistik mencatat populasi remaja dan dewasa muda yang signifikan: 22,12 juta jiwa berusia 15-19 tahun dan 22,28 juta jiwa berusia 20-24 tahun, angka yang menunjukkan besarnya potensi sekaligus tantangan yang dihadapi bangsa (BPS, 2024).
RADAR JOGJA – Angka pengangguran di kalangan Generasi Z (Gen Z) di Indonesia telah mencapai titik kritikal, yaitu sebanyak 9,9 juta orang (22/10/2024).
Ini berarti sekitar 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun masih belum memiliki pekerjaan stabil.
Fenomena ini menimbulkan perdebatan apakah mereka adalah korban ekonomi atau beban bagi negara.
_Penerapan sistem demokrasi kapitalisme biang kerok kerusakan.
Ada banyak persoalan yang dihadapi Gen Z (UKT mahal, pengangguran, gangguan mental/illness, kekerasan seksual dan lain lain. Kasus bunuh diri remaja akibat depresi. Ini disebabkan karena beratnya beban dalam hidup, masyarakat dan juga negara yang jauh dari penerapan aqidah islam. Remaja yang rentan dengan kesehatan mental nya karena uang UKT kuliah yang mahal yang ini karena kebijakan negara. Sementara himpitan ekonomi terasa sulit dirasakan oleh rakyat nya. Ditambah lagi tingkat pengangguran yang tinggi. Dan ini semua dirasakan generasi Zilenial (gen Z). Apalagi gen Z semakin terjauhkan dari islam, iman mereka lemah. Mereka tidak punya sandaran yang kuat kepada Allah dan agama sehingga mencari jalan pintas untuk lari dari depresi atas kenyataan hidup dan masalah dengan hal-hal yang dilarang agama, misalnya penggunaan obat-obat terlarang dan bundir , yang mengancam jiwa dan nyawa mereka. Waiyadzubillah min dzalik.
Hal ini sebagai dampak dari sistem demokrasi kapitalisme yang banyak melahirkan aturan rusak. Aturan aturan yang berasal dari produk hukuman buatan manusia yang menjadi kan akal dan hawa nafsunya untuk membuat kebijakan dan aturan dalam hidup, dirinya, bermasyarakat dan bernegara. Sehingga tidak memikirkan nilai-nilai agama dan syari’ah islam dalam berfikir dan berbuat apalagi dalam membuat aturan. Halal -haram tidak menjadi standart dalam berbuat. Malah kepentingan, manfaat, dan materi yang dijadikan standart dalam perbuatan. Penguasa yang harus nya mereka mengurusi urusan rakyat nya apalagi generasi dengan aturan Allah sang Pencipta dan pengatur manusia yaitu Islam. Namun nyatanya mereka abai terhadap kesejahteraan rakyat . Mereka abai dengan pendidikan dan kesehatan mental generasi. Pemerintah telah abai dalam menguatkan keimanan dan agama generasi. Pemerintah dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya berbuat untuk kepentingan Oligarki kapital/pemilik modal dari asing, aseng, dan swasta lokal. Sehingga pendidikan dibisniskan bagi rakyat nya. Dengan sistem ekonomi kapitalisme nya yang sumber nya pendapatannya adalah pajak, hutang luar negeri dan riba yang memiskinkan rakyat apalagi generasi zilenial. Negara kapitalisme inilah yang telah membebani rakyat dan generasi dengan aturan nya yang zolim. Penguasa demokrasi kapitalisme abai dalam memberikan pekerjaan kepada rakyat nya yang laki-laki apalagi gen Z. Sehingga 9,9 juta gen Z terancam pengangguran. Penguasa ini telah lalai memberikan skill /keahlian bagi generasi yang terhubung dengan Al-qur’an dan as-sunnah. Akibatnya tingkat depresi yang tinggi dialami gen Z. Pemerintah alih-alih mengelola sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah untuk kesejahteraan rakyat dan generasi. Malah menyerah kan semua asset kekayaan milik umat ini kepada para penjajah melalui instrumen hutang dan dilindungi dengan seperangkat kebijakan Undang-undang yang berpihak kepada negara kapitalis penjajah asing dan cina yang menguasai negeri ini. Sebut saja misalnya UU SDA, UU omnibus law cipta kerja, UU pendidikan, UU pelegalan kondom dan banyak lagi regulasi perundang-undangan, ini semua dibuat untuk berpihak kepada Oligarki. Telah tampak jelaslah bahwa penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang merupakan biang kerok rusak nya kesehatan mental generasi muda saat ini. Penguasa dan negaralah yang sangat bertanggung jawab atas semua penderitaan ini atas sistem rusak yang mereka terapkan dalam mengurusi umat yaitu demokrasi kapitalisme.
Disisi lain hari ini Gen Z terjebak dalam gaya hidup rusak, mulai dari FOMO, konsumerisme, hedonism. Gen Z tidak mampu untuk membentengi dirinya dari sistem kehidupan sekuler yang sedang merusak mereka. Fenomena FOMO yang menimbulkan kerusakan mental, konsumerisme yang menjadi kan pemahaman remaja hanya sibuk menghabiskan uang dengan boros, berbelanja untuk memuaskan diri dan menyenangkan hati mereka bahkan dengan barang-barang yang tidak bermanfaat dan membuat mereka tidak memikirkan masa depan mereka . Ditambah dengan sikap hedonism yaitu sikap berhura-hura, bermewah-mewah bersenang-senang, menghabiskan waktu dan hidup untuk berfoya-foya. Pergaulan bebas, seks bebas itu menjadi lumrah dikalangan remaja saat ini. Semua ini adalah gaya hidup barat yang merusak , yang tidak mengindahkan nilai-nilai agama , sistem sekuler yang mendewakan hawa nafsu dan kebebasan bertingkah laku. Generasi tergerus dalam budaya barat yang menjijikkan. Sehingga membuat remaja dan gen Z tidak punya tujuan hidup didunia ini yang harus nya untuk beribadah kepada RabbNya dengan hal itu mereka tidak menyia-nyiakan masa muda mereka dengan hal yang sia-sia yang merusak.
Ditambah lagi penggunaan teknologi yang tidak terkendali.
Teknologi digital seharusnya menjadi alat yang mendukung perkembangan positif, bukan sumber gangguan psikologis. Namun, minimnya pendidikan literasi digital dan kesehatan mental membuat banyak remaja tidak mampu mengelola dampak negatif dari paparan teknologi ini. Misalnya, kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain (FOMO) di media sosial sering kali mengarah pada depresi dan kecemasan yang lebih tinggi, terutama ketika standar yang ditampilkan di sana tidak realistis atau manipulatif.
Semua kerusakan ini makin menjelaskan kepada umat bahwa sistem demokrasi kapitalisme dengan akidah sekularisme merusak generasi penerus umat.
Padahal Gen Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang shahih. Potensi luar biasa dari gen Z sangat dibutuhkan untuk mengembalikan peradaban yang mulia yaitu peradaban islam yang mulia yang pernah memimpin dunia 13 abad lamanya. Apalagi Indonesia surplus pemuda. Demografi penduduk terbesar pemuda didunia adalah generasi muda di Indonesia. Hal ini merupakan modal menjadi kan para generasi sebagai agen of change perubahan dunia untuk tatanan dunia baru yaitu Khilafah.