Oleh: Jumiran, SH (pegiat literasi sabulakoa)
Bulan Rabiul awal merupakan bulan kelahiran Rasulullah Muhammad Saw. Kaum muslimin senantiasa memperingati momentum kelahiran Rasulullah Saw. Sosok pembawa risalah Islam dan sebagai Rahmat bagi seluruh alam.
“Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) Rahmat bagi semesta alam”. (TQS. Al-Anbiyah [21]:107).
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswah Hasanah) bagi kalian, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (Kedatangan) hari akhir dan ia banyak menyebut Allah”. (TQS. Al-Ahzab [33]:21).
Momentum ini selalu diadakan pada setiap tahunnya untuk memberikan kita peringatan akan keteladanan terhadap beliau sebagai uswah Hasanah bagi kaum muslim.
Sayangnya, fakta hari ini begitu menyakitkan. Sebagian besar Kaum muslimin hanya mengaku cinta pada nabi, namun tidak menampakkan dalam perbuatannya. Yang ada justru ajaran Islam dimusuhi, Islam dijadikan sebagai sumber konflik, bahkan mereka keras dan memusuhi kaum muslim. Sebaliknya, justru mereka berkasih sayang pada orang kafir. Padahal, karakter umat Muhammad adalah keras pada orang kafir dan lemah lembut pada sesama muslim.
Apalagi momentum peringatan kelahiran Rasulullah hanya sebatas Ramai-ramai ke masjid, menyiapkan berbagai macam aneka makanan dan di isi dengan berbagai macam hiburan seperti Qosidah. Adapun penyampaian isi ceramah hanya sebatas membahas pribadi Rasulullah Saw saja, tanpa membahas sisi perjuangan Rasulullah Saw hingga tegaknya daulah Islam di Madinah.
Padahal, jika dikaji lebih mendalam, masyarakat akan tahu bahwa meneladani bukan hanya sebatas pribadi Rasulullah, tahu silsilah keluarga Rasulullah saja. Namun, masyarakat akan lebih memahami sisi politis perjuangan Rasulullah Saw dari Mekkah hingga beliau hijrah ke Madinah. Bagaimana Rasulullah membangkitkan pemikiran umat dari pemikiran bodoh hingga menjadi umat yang terbaik. Bagaimana Rasulullah membangun masyarakat hingga pemikiran, perasaan dan peraturan di ikat oleh akidah Islam.
Seharusnya, ketika mengaku cinta pada Rasulullah Saw, maka sebagai wujud dari rasa cintanya adalah mengikuti sunnahnya. Bahkan mencintai Rasulullah Saw, melebihi kecintaannya pada segala sesuatu. Beliau saw bersabda, “Tidak beriman salah seorang diantara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia “. (HR. Al-Bukhari).
Sebagai wujud kecintaan pada Rasulullah Saw, maka pembuktian itu perlu. Seperti, apapun yang dibawah oleh Rasul, diterima atau tidak, masuk akal atau tidak, disaksikan indra atau tidak, wajib diyakini kebenarannya. Sebab, ucapan Rasulullah adalah Wahyu dari Allah SWT.
Begitupula dengan menaati semua perintahnya dan meninggalkan larangannya. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwasanya “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”. (QS. Muhammad:33).