Oleh : Radima Tsulmah S.Pd
(Aktivis Muslimah)
Sekretaris Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara (Sekda Kukar), Kalimantan Timur menyatakan bahwa kaum ibu memiliki peran penting dalam penurunan angka stunting, sehingga prevalensi stunting di daerah itu turun signifikan sebesar 9,5 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) di akhir 2023, prevalensi stunting di Kabupaten Kukar berada di posisi terbaik se- Provinsi Kalimantan Timur, yakni tercatat 17,6 persen, turun 9,5 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 27,1 persen.
Akar Masalah ?
Stunting adalah keadaan di mana tinggi badan anak lebih rendah dari rata-rata untuk usianya karena kekurangan nutrisi atau gizi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama sejak masih dalam kandungan.
Perhitungan 1.000 hari pertama kehidupan, dimulai dari masa kehamilan 270 hari hingga anak lahir dan berusia 730 hari atau 24 bulan. Dalam fase ini, kebutuhan gizi anak dan ibu menyusui harus tercukupi agar anak tumbuh cerdas dan tidak stunting. Pertumbuhan awal ini dinilai sangat menentukan untuk perkembangan anak di masa depan.
Benar, bahwa peran ibu dalam mencegah stunting amatlah penting, terlebih lagi peran ibu dalam keluarga sangatlah krusial, khususnya dalam konteks kesehatan dan gizi anak. Ibu adalah orang pertama yang membentuk interaksi gizi anak, mulai dari saat hamil, saat menyusui, hingga anak mulai makan-makanan padat. Kesehatan dan gizi anak sangat bergantung pada pengetahuan dan keahlian ibu dalam memilih dan mempersiapkan makanan.
Hanya saja, pengasuhan yang baik oleh ayah dan ibu sekalipun, tidak akan mampu menyelesaikan persoalan ini, apalagi pencegahan stunting hanya diupayakan oleh individu tanpa negara dalam menyediakan bahan pangan yang bergizi, baik untuk ibu hamil maupun anak-anaknya.
Meskipun diklaim terjadi penurunan stunting di Kukar, namun tetap perlu dikritisi standar dan realitas di lapangan. Apakah berbagai program yang ada efektif menurunkan stunting? Nyatanya upaya meluncurkan berbagai program pun tidak akan tampak berpengaruh jika akar masalah munculnya stunting tidak dituntaskan.
Sebab stunting merupakan tanggung jawab semua pihak, baik itu individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Jika individu terbatas dalam lingkup keluarga, misalnya keterbatasan ekonomi maka negara harus mengatasinya, yakni mensejahterakan keluarga. Masyarakat aktif dalam menyuarakan keadaan sosial di sekitarnya, dan adanya saling peduli kepada sesama.
Tidak kalah penting, pencegahan dan penyelesaian stunting perlu andil dari peran negara. Negara harus memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat sehingga stunting bisa diatasi secara mendasar. Utamanya terkait kemiskinan, harus segera ditangani dengan bijak, adil dan sesuai fitrahnya, agar kebutuhan hajat rakyat terpenuhi dengan maksimal. Namun nampaknya cita-cita menuntaskan stunting di sistem kapitalis sekuler (memisahkan kehidupan dengan agama) yang lahir dari sistem demokrasi saat ini mustahil terwujud karena support sistem yang tak mendukung.