Oleh Tinie Andryani
Aktivis Muslimah
Masyarakat Kabupaten Bandung yang mengatasnamakan Forum Merah Putih melakukan deklarasi, “Bumi Hanguskan Judi Online” Senin, 16-12-2024(detikjabar). Deklarasi tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen masyarakat menolak adanya judol. Tujuan diadakannya acara ini adalah sebagai bentuk nyata upaya untuk memerangi judol yang kian meresahkan. Deklarasi penolakan judol ini dihadiri oleh Wakil ketua DPR RI koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (korkesra).
Ketagihan dikala menang, penasaran dikala kalah. Beginilah potret perilaku seseorang yang gemar bermain judi. Ibarat narkotika, judi seolah menjadi candu bagi orang yang memainkannya. Bahkan harta habis terkuras pun tidak menyurutkan langkah bagi pelaku yang gemar dengan permainan haram ini.
Fenomena judi online di Indonesia makin marak. Meskipun statusnya ilegal, perjudian digital yang makin canggih tetap menggoda jutaan pengguna internet, terutama dikalangan generasi muda dan kelas menengah ke bawah.
Berbagai pihak telah terlibat di dalam praktik kemaksiatan ini, baik masyarakat biasa maupun pejabat. Berdasarkan catatan PPATK (26-7-2024), ada 168 juta transaksi judol dengan total akumulasi perputaran dana mencapai Rp327 triliun sepanjang 2023. Secara total, akumulasi perputaran dana transaksi judol mencapai Rp517 triliun sejak 2017.
PPATK juga mencatat pemain judol di Indonesia sebanyak 4 juta orang. Tidak hanya berasal dari kalangan dewasa, tetapi juga anak anak. Untuk pelaku dewasa, mereka berasal dari beragam latar belakang profesi, mulai dari polisi, tentara, wartawan hingga PNS, pun mahasiswa, pelajar, guru, petani, buruh hingga ibu rumah tangga. Sedangkan untuk kalangan anak-anak, dalam kurun waktu 2017-2023, jumlah anak yang terpapar judol meningkat 300 %.
Dengan berbagai modus, judi online tidak hanya berisiko merugikan secara finansial, tetapi juga dampak psikologis yang sangat serius, seperti depresi, stres bahkan nekad bunuh diri akibat kalah berjudi. Selain itu tindak pidana pencurian, perampokan, pembegalan dan angka perceraian pun meningkat drastis akibat dari mencandu permainan haram tersebut.
Judi online merupakan salah satu kasus aduan yang sulit diberantas, bahkan sangat menjamur di Indonesia. Di era digitalisasi, perjudian sangat pesat seiring berkembangnya zaman dan teknologi. Selintas, perjudian ini sudah menjadi hal yang lumrah ataupun menjadi kebiasaan. Masyarakat menganggap hal ini dilakukan hanya untuk mengisi kekosongan waktu saja, padahal sejatinya tanpa disadari masyarakat justru masuk kedalam perangkap yang menyesatkan pola pikir serta sulitnya mengontrol diri. Alhasil, lebih rentan kecanduan judi online. Selain itu kemudahan akses yang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja mampu menimbulkan keinginan untuk terus bermain dan sulit untuk menghentikannya.
Era digitalisasi yang menjanjikan beragam kemudahan teknologi dan informasi nyatanya bagai pisau bermata dua. Teknologi telah disalah gunakan oleh masyarakat akibat paradigma kehidupan serba bebas. Hal ini menunjukan bahwa judol bukan perkara remeh, melainkan jelas berbahaya dan berdampak besar yang sistemik.
Apabila kita dalami, penyebab maraknya penggunaan judi online di Indonesia, semua bermuara pada satu jawaban, yaitu penerapan sistem kehidupan kapitalistik beserta turunannya, yakni liberalisme dan sekulerisme. Sistem kehidupan kapitalistik menjadi akar permasalahan yang terus memproduksi berbagai kebathilan. Sistem hidup yang diterapkan di masyarakat saat ini telah membuka berbagai celah bisnis haram, mulai dari narkotika, minuman keras hingga judi online. Semuanya terus tumbuh subur dan menjadi sebuah penyakit masyarakat. Mirisnya, walau jelas dan tampak merusak, tetapi hal ini tidak kunjung diselesaikan secara tuntas, malah makin hari makin kronis saja.
Perputaran uang yang fantastis hasil dari judi online, menunjukan seberapa penting bisnis ini bagi para kapital (pemilik modal). Berbagai bisnis yang menghasilkan uang dalam skala besar besaran akan tetap dipertahankan, sekalipun diharamkan oleh Islam. Selain itu, sistem hidup dalam kapitalisme menjadikan materi sebagai tolok ukur dalam kebahagiaan. Seseorang akan merasa bahagia jika ia mampu memenuhi seluruh kebutuhan jasmaninya. Inilah faktor yang memicu masyarakat untuk berjudi online, meningkatkan penghasilan tanpa harus kerja keras.
Pun dengan sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini membuat masyarakat memandang agama sebagai ritual saja, sehingga ajaran agama tidak menjadi pengatur dalam kehidupan dan halal haram pun tidak menjadi standar dalam perbuatan. Dengan demikian, selama kapitalisme beserta turunannya masih bercokol di negeri ini, masalah judi online akan terus marak dan sulit di atasi.
Berbeda dengan sistem Islam. Syariat Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa illat apapun, juga tanpa pengecualian.