Islam mewajibkan suami istri saling bersikap baik dan lemah lembut, tidak kasar, memiliki adab yang baik satu sama lain. Laki-laki adalah pemimpin rumah tangga (qawwam). Segala permasalahan rumah tangga harus diselesaikan secara baik-baik dan tidak emosional.
Islam mewajibkan laki-laki mencari nafkah untuk keluarganya. Jika tidak mampu, nafkah keluarga akan dibebankan kepada saudara atau keluarga dari pihak laki-laki. Jika tidak ada yang mampu lagi, negaralah yang akan memberikan bantuan langsung kepada keluarga tersebut. Istri boleh-boleh saja untuk bekerja. Hanya saja, meski mubah, banyak hal yang harus diperhatikan dan tetap wajib terikat dengan syariat Islam dalam pergaulan dan menutup aurat secara sempurna.
Islam akan menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan, seperti larangan khalwat dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan nonmahram tanpa aturan dan hajat syar’i). Hal ini akan meminimalkan terjadinya perselingkuhan, zina, dan sejenisnya yang bisa saja memicu KDRT.
Islam pun memiliki sistem sanksi yang tegas terhadap pelaku kejahatan, termasuk KDRT. Dengan demikian, solusi tuntas hanya dengan tegaknya sistem Islam secara totalitas dalam kehidupan.
Paradigma Islam pun telah mengiringi cara pandang manusia agar tidak sampai terjadi KDRT. Islam mengajarkan beberapa hal yang sangat mampu membentengi keluarga dari KDRT antara lain dengan beberapa hal yang harus dipahami sesuai syariat-Nya.
Pertama, Islam menentukan kehidupan persahabatan dalam rumah tangga. Pasutri diminta bergaul layaknya teman, bukan seperti atasan dan bawahan. Mereka menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Allah Swt. berfirman,
وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًاۗ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌࣖ
“Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid). Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Suami-suami mereka lebih berhak untuk kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”(QS Al Baqarah [2]: 228)
Kedua, Islam memerintahkan pasutri agar bergaul dengan makruf. Suami berlaku baik dengan istri dan istri pun taat pada suaminya. Allah Swt. berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًاۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya”. (QS An-Nisa [4]: 19)
Ketiga, Islam menentukan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga. Allah Swt. berfirman,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُۗ وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرً
“Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar..” (QS An-Nisa [4]: 34)
Jika istri membangkang (nusyuz) pada suaminya, Allah memberikan hak pada suami untuk mendidiknya. Rasulullah saw. menjelaskan dalam khotbah beliau ketika Haji Wada. Saat itu beliau saw. bersabda,
“Jika mereka melakukan tindakan tersebut (yakni nusyuz), maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan (menyakitkan).” (HR Muslim dari jalur Jabir ra.)
Keempat, Islam memberikan cara penyelesaian masalah dalam rumah tangga. Jika dalam kehidupan pasutri terjadi persengketaan yang dapat mengancam ketenteraman, Islam mendorong mereka bersabar memendam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS An-Nisa ayat 19.Allah
Namun, jika masalah pasutri melampaui batas, Islam memerintahkan agar ada pihak ketiga (dari keluarga pasutri) yang membantu menyelesaikan. Allah Swt. berfirman,
وَاِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَاۚ اِنْ يُّرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُّوَفِّقِ اللّٰهُ بَيْنَهُمَاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS An-Nisâ’ [4]: 35)
Walhasil, jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan, boleh bagi keduanya untuk berpisah. Allah Swt. berfirman,
وَاِنْ يَّتَفَرَّقَا يُغْنِ اللّٰهُ كُلًّا مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَكَانَ اللّٰهُ وَاسِعًا حَكِيْمًا
“Dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisâ’ [4]: 130)
Solusi di atas dapat diterapkan dalam keluarga. Namun, keluarga akan rapuh manakala berdiri sendiri tanpa dukungan masyarakat dan negara. Oleh karenanya, butuh penjagaan masyarakat yang memiliki perasaan dan pemikiran Islam. Tidak kalah pentingnya dukungan negara yang menerapkan aturan Islam agar seluruh elemen saling mendukung dan bisa berjalan sesuai fungsinya, sudah sangat urgen dibutuhkan. Sistem Islam yang komprehensif sudah tidak bisa lagi ditunda. Tentunya Islam telah mencontohkan selama berabad lamanya. Sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah telah berperan penting dalam menjaga suasana hidup masyarakat yang ideal dan kondusif berdasarkan syariat Islam sehingga menyuburkan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Khilafah pun membina warga dengan akidah Islam sehingga membuahkan ketakwaan dan ketaatan. Suasana yang kondusif diciptakan sampai pada tataran keluarga sehingga KDRT pun sirna. Keberkahan hidup dirasa oleh setiap keluarga. Allah Taala berfirman,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96).
Wallaahu a’laam bisshawaab.