Oleh: Tresna Mustikasari, S.Si
Muslimah Penggiat Literasi
Kasus memilukan yang baru-baru ini terjadi di Sumenep menambah daftar panjang tragedi moral dalam masyarakat kita. Seorang ibu yang seharusnya menjadi pelindung bagi anaknya, malah menyerahkan anak remajanya untuk dicabuli oleh kepala sekolah dengan iming-iming sejumlah harta. Perilaku yang tak terbayangkan ini menunjukkan betapa matinya naluri keibuan yang semestinya melekat pada setiap wanita. (Kumparan.com, 01/09/2024)
Keputusan ibu ini menggambarkan kemerosotan moral yang tak hanya melibatkan individu, tetapi juga mengindikasikan ada masalah yang lebih mendasar dalam masyarakat kita. Seorang ibu yang harusnya menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, justru melakukan perbuatan yang keji. Ini bukan sekadar kasus individual, tetapi sebuah gambaran buram dari rusaknya sistem yang diterapkan, baik dalam keluarga, pendidikan, maupun masyarakat secara keseluruhan.
*Fenomena Matinya Naluri Keibuan*
Naluri keibuan adalah sifat yang melekat pada setiap wanita. Allah SWT menciptakan wanita dengan fitrah untuk merawat, melindungi, dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Namun, apa yang terjadi pada kasus di Sumenep menunjukkan bahwa naluri ini bisa mati atau tumpul karena berbagai faktor, salah satunya adalah degradasi moral akibat pengaruh sistem hidup yang menyimpang.
Mati-nya naluri keibuan tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi merupakan akumulasi dari berbagai faktor yang berkelindan dalam kehidupan masyarakat. Ketika ibu, yang seharusnya menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, gagal memainkan perannya dengan baik, maka hal ini menjadi indikator adanya masalah yang lebih luas. Dalam kasus ini, sang ibu menyerahkan anaknya bukan karena kekurangan informasi atau pendidikan, tetapi lebih karena tergiur harta dan materi yang dijanjikan oleh pelaku. Materi menjadi tolok ukur utama dalam bertindak, menggantikan nilai-nilai kemanusiaan dan keimanan yang seharusnya menjadi landasan hidup.
*Kegagalan Sistem Pendidikan dan Sistem Sanksi*
Kasus ini tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan sistemis yang melingkupinya. Fenomena ini menunjukkan adanya kegagalan sistem pendidikan dan sistem sanksi di negeri ini. Indonesia yang menerapkan sistem pendidikan sekuler kapitalis lebih menekankan aspek akademis dan kognitif, sementara pendidikan moral dan kepribadian Islam sering kali terpinggirkan. Sistem pendidikan yang berfokus pada pencapaian materi dan keberhasilan individual telah melahirkan generasi yang lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada nilai-nilai luhur agama bahkan pun sekedar nilai kemanusiaan.
Sistem sekuler kapitalis yang diterapkan juga menciptakan situasi di mana sanksi terhadap kejahatan moral seperti ini sering kali tidak menimbulkan efek jera. Hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual dalam beberapa kasus hanya berupa hukuman yang ringan dan tidak sebanding dengan dampak buruk yang ditimbulkannya bagi korban maupun masyarakat secara luas. Ketidakmampuan sistem sanksi demokrasi kapitalis dalam menjaga moral masyarakat inilah yang kemudian memperparah kerusakan di berbagai lapisan masyarakat.
*Peran Ibu dalam Pandangan Islam*
Islam menempatkan ibu dalam posisi yang sangat mulia. Ibu bukan hanya sebagai pengasuh, tetapi juga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Muslim). Hadis ini menunjukkan betapa besar peran orang tua, khususnya ibu, dalam membentuk karakter dan akhlak anak-anaknya.