Oleh Maryatiningsih
Aktivis Dakwah
Judi online telah menjadi masalah sistemik di masyarakat. Kini, judi online sudah merasuk pada orang-orang berpendidikan tinggi. Miris sekali mahasiswa yang seharusnya fokus dalam belajar malah terjebak dalam judi online.
Pemain judi online terbesar di dunia adalah Indonesia, hal ini diungkapkan oleh Menkominfo Budi Arie. Ia juga mengatakan korban judi online di dominasi kaum muda berusia 17-20 tahun. Putaran uang judi online di Indonesia telah menyentuh angka Rp327 triliun selama 2023. Sementara itu, pada triwulan pertama 2024, perputaran dana mencapai Rp100 triliun. Berdasarkan data yang ada di PPATK 2023, sebanyak 3,2 juta warga bermain judi online. 80% pemain judi online, bermain dengan taruhan di bawah 100 ribu, hal ini setara dengan 2,1 juta orang. (media online kompas.com 13-10 2023)
Fakta di atas menunjukan bahwa pemain judi online mayoritas berasal dari golongan berpenghasilan rendah, seperti buruh, petani, ibu rumah tangga dan mahasiswa. Ketua Dewan komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkap bahwa dalam beberapa bulan terakhir lembaganya sudah memblokir 5000 rekening judi online. Pemerintah membentuk sejumlah satgas judi online, tugasnya memberikan edukasi kepada masyarakat, melaksanakan patroli ciber dan publikasi pendidikan judi online, kemudian memblokir rekening mereka. Tetapi nyatanya judi online masih tetap menjamur dan tumbuh subur.
Judi online tumbuh subur di sistem sekuler. Penerapan sistem kapitalis sekuler menyebabkan lemahnya keimanan umat karena dijauhkannya agama dari kehidupan. Umat masih menganggap judi online sebagai cara mendapatkan uang yang berlimpah secara instan tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Selain karena lemahnya keimanan umat, para bandar judi online ini diduga dari para kapitalis yang mengahalalkan segala cara demi mendapat keuntungan, hal ini pun didukung oleh para penegak hukum, yang seharusnya memberantas judi online justru malah melindunginya. Hal ini pernah disampaikan oleh Aiman Wicaksono di salah satu stasiun TV swasta yang mengungkap bahwa adanya aliran uang dari para bandar judi online kepada oknum aparat sebagai konsorsium 303.
Pengamat ekonomi Bima Yudhistira menilai judi online membawa dampak bagi kehidupan masyarakat. Judi online meningkatkan angka kriminalitas sebab pelakunya butuh uang secara instan. Bisa dengan mencuri, merampok, menjual narkoba dan sejenisnya. Judi online juga bisa menurunkan pendapatan produktivitas kerja seseorang karena kecanduan. Hal ini bisa menurunkan pendapatan keluarga dalam jangka panjang. Walhasil, keutuhan keluarga dipertaruhkan akibat judi online. Pelaku judi online juga kerap kali melakukan pinjol jika terdesak membutuhkan uang. Lilitan utang mencekik pemain judi online dan juga menambah beban ekonomi keluarga.
Solusi yang diberikan pemerintah pun tidak membuahkan hasil. Nyatanya judi online makin menjamur dalam sistem sekuler kapitalis, bahkan ada ide dari pejabat untuk mengambil pajak judi online.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Islam dengan tegas melarang perjudian. Firman Allah Swt. “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah: 90)