Opini

Marak Kejahatan Seksual Akibat Sistem Sekular

132
×

Marak Kejahatan Seksual Akibat Sistem Sekular

Sebarkan artikel ini

Oleh Arini Faiza

Pegiat Literasi

 

Kriminalitas semakin tidak terkendali, bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun tidak luput dari ancaman dan tindak kejahatan, bahkan tidak sedikit yang menjadi korban pembunuhan. Di Banyuwangi, Jawa Timur gadis cilik berusia 7 tahun yang masih duduk di bangku kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah menjadi korban pembunuhan, rudapaksa, dan perampasan. Kejadian tragis ini terjadi setelah ia pulang sekolah. Menanggapi hal ini Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi memberikan kecaman keras, ia memastikan bahwa pihaknya akan mengawal proses hukum kasus tersebut, dan memberikan pendampingan kepada keluarga korban. (kompas.com, 17/11/2024)

 

Dari kasus di atas, maka jelas bahwa keselamatan anak-anak saat ini tengah terancam. Bahkan keluarga dan orang terdekat yang seharusnya melindungi, justru menjadi pelaku kejahatan itu sendiri. Data Kementerian PPPA prevalensi kekerasan seksual pada anak laki-laki usia 13-17 tahun 3,65% pada 2021, naik 8,35% pada 2024. Sedangkan pelecehan pada anak perempuan, pada usia yang sama berkisar 8,43% dan 8,82%. Ini baru kasus yang tercatat, sedangkan masih banyak lagi yang luput dari pendataan.

 

Saat ini keluarga dan lingkungan tempat tinggal tidak lagi menjadi tempat yang seratus persen aman bagi anak-anak. Masyarakat yang individualis cenderung acuh terhadap kemalangan maupun musibah yang dialami sesamanya. Sementara aparat hanya bisa bertindak setelah ada laporan, itu pun terkadang dengan proses yang panjang. Adapun negara sebagai pengambil kebijakan justru menerapkan sistem sekuler yang meminggirkan peran agama, mengagungkan kebebasan. Seolah tidak peduli aturan yang mereka buat berdampak buruk bagi masyarakat ataukah tidak.

Ketidakseriusan penanganan nampak jelas dalam menyelesaikan kerusakan moral yang kini mengancam negeri. Hal ini dapat dilihat dari maraknya situs porno. Keberadaan media sosial juga cenderung menjadi alat untuk semakin menggencarkan ide-ide kebebasan ala barat. Dengan kecanggihan teknologi, setiap individu dapat mengakses apapun dari ponsel mereka.

Kondisi kian mengkhawatirkan ketika sistem pendidikannya juga sekuler. Ditambah lagi dengan tidak adanya sanksi tegas yang mampu memberi efek jera. Tidak jarang para predator anak ketika keluar dari penjara bukannya bertobat, tapi justru semakin jahat. Ini merupakan buah dari diterapkannya sistem sekuler yang merusak akal dan naluri manusia, serta abainya penguasa terhadap pembinaan moral warganya. Pemisahan agama dari kehidupan telah mengubah pola pikir mereka, sehingga hawa nafsu lebih mendominasi. Paradigma ini telah terbukti membuahkan perilaku yang rusak dan merusak.

Ketika pelaku kekerasan seksual umumnya adalah orang terdekat, maka mustahil apabila hanya mengandalkan keluarga untuk melindungi anak-anak. Begitu pun korban dituntut harus berani mengungkapkan kemalangan yang menimpanya, itu sangatlah tidak efektif. Sebab tidak sedikit korban yang takut kena ancaman. Keberadaan PPPK hanya mampu mendampingi korban bukan mencegah muncul korban kembali.

Cara paling efektif adalah dengan menghilangkan faktor pemicu, yaitu diberantasnya pornografi-pornoaksi, diberlakukan sistem pergaulan Islam. Namun sistem kapitalisme mustahil menghilangkannya. Karena hal itu dipandang sebagai bisnis yang menggiurkan. Maka selama kapitalisme diterapkan negeri ini, kita tidak bisa berharap kasus akan berkurang. Dibutuhkan sistem sahih yang berasal dari Sang Maha Pencipta yaitu sistem Islam.

Islam memandang, bahwa anak-anak adalah harta berharga milik bangsa yang akan memimpin peradaban di dunia, dan aset kelak di akhirat, sehingga harus dilindungi, dijaga, dibina, dan diberdayakan dengan sebaik-baiknya. Allah Swt. Berfirman:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *