Penulis; Miratul Hasanah
(Pemerhati masalah kebijakan publik)
Anak sholih dan sholihah merupakan idaman setiap keluarga muslim. Betapa bahagianya orang tua ketika mempunyai anak yang di saat kecil ditimang dan senantiasa mencurahkan segenap kehidupannya demi kebahagiaan sang buah hati belahan jiwa, dan di masa tuanya putra putrinya berbakti kepada keduanya. Tentunya kebahagiaan yang hakiki akan didapatkan. Dan harapan terbesar orang tua adalah saat di hari tua,ketika kaki sudah berat untuk melangkah,saat tangan sudah gemetaran memegang sendok makan,dan saat mata sudah rabun,saat itulah mereka sangat membutuhkan perawatan dari anak-anaknya.Mereka ingin disayang seperti kasih sayang ketika anaknya masih kecil.Akan tetapi, pada kenyataannya hal demikian sangatlah langka kita temukan hari ini,bahkan bisa dihitung dengan jari. Seperti kasus yang baru-baru ini menghebohkan media sosial yakni kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak di Pesisir Barat, Lampung, terhadap orangtuanya ternyata berawal dari permintaan korban untuk dibantu diantarkan ke kamar mandi.Begitu juga dikutip dari Liputan6..com, Jakarta – Viral di sosial media seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan polisi, pelaku nyatanya dua anak kandungnya sendiri.”Sudah ditangkap. Keluarga sendiri. Dua orang anak remaja putri bernama K dan P,” tutur Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly saat dikonfirmasi, Minggu (23/6/2024).
Pragmatisme bukan solusi komprehensif
Memang benar, bahwasanya berbagai upaya pemerintah untuk melakukan edukasi kepada generasi. Misalnya, tahun 2013 dicanangkan kurikulum yang berbasis karakter dalam rangka pembangunan sumber daya manusia yang memiliki karakter akhlaqul karimah serta memajukan sains dan tehnologi. Begitu juga dengan program merdeka belajar yang inti dari kurikulum tersebut adalah untuk memberikan ruang bagi pelajar untuk mengembangkan seluruh potensinya yang ditopang oleh pendidikan religi. Contohnya, saat masuk kelas para siswa diajak untuk membaca asmaul husna ataupun sholat dhuha berjamaah. Akan tetapi,sistem pendidikan sekuler tidak mendidik agar para siswa memahami birul walidain.Maka lahirlah generasi rusak . Memang benar, bahwasanya berbagai upaya pemerintah untuk melakukan edukasi kepada generasi sudah dilakukan. Misalnya, tahun 2013 dicanangkan kurikulum yang berbasis pada karakter dalam rangka pembangunan sumber daya manusia yang memiliki karakter akhlaqul karimah serta memajukan sains dan tehnologi. Begitu juga dengan program merdeka belajar yang inti dari kurikulum tersebut adalah untuk memberikan ruang bagi pelajar untuk mengembangkan seluruh potensinya yang ditopang oleh pendidikan religi. Contohnya, saat masuk kelas para siswa diajak untuk membaca asmaul husna ataupun sholat dhuha berjamaah. Akan tetapi yang perlu dikritisi adalah bahwasanya sebaik apapun solusi yang diberikan ketika asasnya tidak shohih maka hasil yang diraihpun tidak akan membawa kebaikan, dan justru bisa jadi akan membawa kepada kemudharatan yang lebih besar lagi.
Penerapan sistem hidup kapitalisme telah gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal tidak terpelihara, menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta.
Sekulerisme ujung tombak perusak moral anak dan generasi
Gempuran pemikiran sekularisme yakni menjadikan standar hawa nafsu merajai kehidupan dan mengalahkan ketaatan kepada Sang Pencipta yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada orang tua.Hal inilah yang membuat hati anak tidak lagi terpaut dengan hati kedua orang tua. Adab dan juga tata krama seakan hanya berhenti lewat tulisan dan untaian kata indah tanpa makna.Sekulerisme telah merusak dan merobohkan pandangan mengenai keluarga. Sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan telah melahirkan manusia-manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya.Kondisi inilah yangmendorong perilaku buruk atau sifat durhaka anak kepada orang tua yang dipicu tidak hanya faktor lingkungan semata, akan tetapi tayangan sosial media juga memiliki andil besar dalam pembentukan pola pikir dan tingkah laku sebagian masyarakat negri ini. Belum lagi, gaya hidup yang materialistik memberikan andil besar dalam pembentukan paradigma berfikir yang disandarkan pada asas kepentingan dan manfaat. Saat orang tua sudah tidak lagi produktif karena sakit dan faktor usia, anak menganggap orang tua sebagai beban. Penerapan sistem hidup kapitalisme telah gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal tidak terpelihara, menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta.
Anak sholih lahir dari sistem yang baik