Opini

Makan Bergizi Gratis, Adakah di Sistem Islam?

204
×

Makan Bergizi Gratis, Adakah di Sistem Islam?

Sebarkan artikel ini

 

Oleh Umi Lia

Member Akademi Menulis Kreatif

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan uji coba program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah dilakukan di beberapa wilayah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI Jakarta hampir setahun ini. Sampai akhirnya Presiden Prabowo Subianto mengumumkan indeks anggaran program MBG bagi anak-anak dan ibu hamil ditetapkan sebesar Rp10.000 per anak/ibu hamil, setiap hari. Pemerintah awalnya mengalokasikan Rp15.000, tapi melihat kondisi, anggaran yang memungkinkan untuk saat ini, senilai 10 ribu dinilai sudah cukup bermutu dan bergizi. (Republika.co.id, 30/12/2024)

Alokasi anggaran senilai 10 ribu untuk mendapatkan makanan bergizi tentu memunculkan keraguan akan tercapainya tujuan. Pasalnya harga bahan pangan saat ini menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), year to year pada Januari 2024 sebesar 2,57 persen. Jadi alokasi Rp10.000 pastinya tidak cukup untuk memenuhi kualitas makanan bergizi.

Sementara itu menjadi hal yang wajar ketika pemerintah mengurangi alokasi program MBG. Karena negara yang menerapkan sistem kapitalisme tidak akan pernah memiliki sumber pendapatan negara yang kokoh. Pasalnya pemasukan utama kas negara adalah dari pajak dan utang. Di negeri ini iuran wajib menyumbang 80 persen dari total APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Hal ini diungkap oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bahwa pendapatan negara hingga akhir Oktober 2024 mencapai 2.247,5 triliun atau 80.2 persen dari target APBN 2024. Padahal pajak itu hasil memalak dari warga. Semakin besar jumlah yang didapat maka rakyat semakin menderita karena semua hal ada pajaknya. Kemudian dananya digunakan untuk menggaji pejabat, membiayai urusan negara, program-program untuk publik termasuk program MBG.

Konsep bernegara seperti ini zalim, karena negara hanya menjadi regulator bukan pengurus rakyat. Seluruh warga harus membayar untuk mendapatkan pelayanan yang sudah semestinya menjadi tanggung jawab penguasa. Tak cukup hanya itu kualifikasi penerima program MBG juga bisa dikatakan sebagai bentuk kezaliman pada rakyat. Karena sasaran MBG hanya untuk anak-anak dan ibu hamil saja. Itu pun hanya diberikan di jam makan siang, padahal kebutuhan makanan bergizi adalah hak seluruh penduduk dan diperlukan sepanjang hari. Hanya saja penguasa kapitalisme tidak menyadari bahwa mereka sudah berbuat zalim. Tanggung jawab yang menjadi kewajibannya dibuat seolah-olah pencapaian kerja semata.

Seorang penguasa yang menyadari tanggung jawabnya akan berupaya mengentaskan kemiskinan. Karena sejatinya negeri ini memiliki modal, berupa sumber daya alam (SDA) yang jika dikelola secara mandiri akan menjadi solusi. Dengan begitu bisa menyediakan lapangan kerja buat rakyat banyak dan hasil pengelolaan itu bisa menutupi anggaran untuk kesejahteraan semua warga. Namun sayang, hal itu tidak dilakukan dalam negara yang menganut sistem demokrasi kapitalisme.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *